Pintu Gerbang ‘Surga Sumbawa’ Bernama Kenawa

Penulis: Rio - Waktu: Sabtu, 1 November 2014 - 08:46 AM
Credit by: Pulau Kenawa (PIN)

Jakarta, PINews.com - Matahari memang belum menampakan dirinya, hanya ada siluet emas dari kejauhan terlihat dan membuat sebuah bukit hijau yang berubah warnanya menjadi kemerahan karena efek siluet matahari terlihat lucu ditengah laut. Suasana hening laut yang tenang menambah syahdunya perjalanan menuju Pulau Tak berpenghuni yaitu Pulau Kenawa yang bisa dikatakan sebagai pintu gerbang menuju surga Sumbawa.

Azan subuh membangunkan saya di pelabuhan Pototano yang menghubungkan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Belum ada kegiatan sama sekali disana, menurut petugas pelabuhan yang saya temui malam harinya, denyut kehidupan di sana memang akan dimulai setelah azan subuh dimana para penduduk disekitar pelabuhan yang dikenal dengan penduduk Kampung Tano akan mempersiapkan perahunya sebelum mulai melaut mencari harta karun laut berupa ikan.

Kampung Tano memang dikenal sebagai perkampungan nelayan, jika kita kesana anda akan melihat rumah panggung khas suku Bajo yang tinggal di pesisir laut.

Tidak sulit untuk mencapai ke Pototano sebagai akses menuju Pulau Kenawa. Dari Mataram atau lombok anda bisa menumpang angkutan yang biasa disebut engkel dari terminal Mandalika biayanya sekitar Rp 25.000-Rp 30.000 yang menuju ke pelabuhan Kayangan yang bisa ditempuh dalam waktu 2-3 jam. Disarankan anda berhati-hati saat menaiki angkutan ini karena jika anda terlihat membawa barang banyak dan terlihat seperti pelancing maka biaanya suoir akan seenaknya mematok  harga. Jadi sebelum naik sepakati dulu harganya. Dari pelabuhan Kayangan selanjutnya menumpang kapal fery dengan biaya Rp 18.000 menuju ke pelabuhan Pototano.

Sekarang kita kembali ke Pulau Kenawa. Menurut informasi dari petugas, pelabuhan sebenarnya ada dermaga khusus untuk menyebrang ke Pulau Kenawa, hanya saja tarifnya memang tidak murah, saya pun mencoba cara lain dengan berinisiatif mencari tumpangan dari nelayan yang hendak melaut. Karena menurut informasi yang saya cari, para nelayan sangat dengan senang hati mengantar apabila ada pengunjung yang ingin ke Kenawa, selain itu tarifnya jauh lebih murah ketimbang melalui dermaga khusus. Jika di demaga khusus kita harus merogoh kocek Rp 350.000 –Rp 500.000 tergantung kondisi cuaca pula.Itu untuk satu kapal berkapasitas 15 orang. Namun para nelayan akan meminta imbalan tidak sebesar itu, dari info yangs aya dapat, mereka tidak mengharapkan imbalan besarm cukup dengan menggantikan biaya bahan bakar perahu saja, karena memang tujuan mereka yang ingin membantu mengenalkan keindahan di daerah atau kampung halaman mereka.

Kenapa sampai ada dermaga khusus? Dahulu Pulau Kenawa yang tidak berpenghuni ini memang sangat jarang dikunjungi, namun seiring berjalannya waktu, surga yang tersembunyi disana tercium oleh para petualang baik dalam maupun luar negeri. Pngunjung pun rutin datang silih berganti ke pulau yang bisa dilihat langsung dari pelabuhan Pototano itu. Karena itu tokoh masyarakat dan unsur Pemda setempat bersepakat untuk membuka dermaga khusus Pulau Kenawa.

Saya sendiri pagi itu lebih memilih menumpang dengan nelayan, karena saya juga bertujuan untuk menggali informasi tentang Pulau Kenawa itu sendiri. Akhirnya ada seorang pemuda yang berbaik hati mengantarkan saya ke Pulau Kenawa. Dengan perahu sederhanya, Usman (nama pemuda nelayan) dan adiknya Ali dengan senang hati mengantarkan saya menyeberang ke Kenawa.

Usman yang masih duduk dibangku sekolah menengah begitu trampil mengemudikan perahu kecil yang biasa digunakan melaut oleh orang tuanya. Pagi itu laut sangat tenang, ketakutan sempat menghinggapi saya ketika perahu mungil yang saya tumpangi membelah lautan. Sesekali angin laut membuat gelombang agak tinggi dan perahu menjadi sedikit bergoyang. Perawakan Usman yang santai pun menenangkan saya.

“Tidak apa-apa, cuaca hari ini bagus, angin seperti ini justru menandakan laut sedang tenang,” kata Usman menenangkan saya yang berpegangan erat dengan ransel besar yangs saya bawa. Usman bercerita selama diperjalanan bahwa sejak kecil ia sudah diajarkan mengemudikan kapal sejak masih sangat kecil, karena itu ia pun hafal dengan kondisi perairan disekitar Pulau Kenawa yang ukurannya tidak lebih besar dari ukuran stadion sepakbola.

Waktu tempuh dari kampung Tano ke Pulau Kenawa yang berjarak sekitar 300 meter kurang lebih memakan waktu 15 menit. Setelah asik bercerita dengan Usman kami pun mendekat di Pulau yang sudah menjadi buah bibir para pelancong backpacker tanah air di berbagai situs travel. Dari jauh saya bisa melihat kelompok yang sepertinya sudah bermalam disana dan sedang menunggu munculnya matahari dai ufuk timur.

Tidak lama mesin perahu berhenti berbunyi dan perlahan kami bersandar di hamparan pasir putih lembut yang mengelillingi sebagian besar Pulau Kenawa. Usman pun bergegas kembali ke kapal karena ia harus segera melaut bersama ayahnya, ia berjanji akan menjemput saya keseokan harinya di pagi hari juga.

Segera setelah melepas kepergian Usman saya sempat terdiam, kagum sekaligus takjub dengan dataran yang baru saja saya injak. Hamparan padang rumput luas ada didepan saya, warna sebenarnya adalah hijau, namun sinar matahari yang mulai keluar dari cakrawala membuat hijau padang rumput menjadi hijau kemerahan, pemandangan efek warna padang rumput ini dipercantik dengan kehadiran satu-satunya bukit yang berada di tengah pulau, pemandangan ini menginatkan saya dengan cerita masa kecil saya dan negeri dongeng. Belum cukup sampai disitu latar belakang “si Cantik” Gunung Rinjani juga menambah takjub akan ciptaan sang khalik.

Cahaya matahari menyadarkan saya yang masih asyik menikmati kedamaian di tengah pulau yang sangat sunyi ini. segera saja saya menikmati moment sunrise yang tidak boleh untuk dilewatkan. Sembari memasak sarapan saya pun menunggu mentari yang muncul dengan malu-malu dari balik lautan.

Hari itu seperti saya sudah katakan bahwa saya tidak sendiri di pulau. Ada rombongan yang segera saya sapa. Ternyata mereka pun baru pertama kali ke Pulau Kenawa. Sama halnya dengan saya mereka pun mengaku heran ada pulau secantik ini yang lama tidak terdeteksi sebagai tujuan wisata. “ Kami beberapa hari lalu keliling NTT ke beberapa pulau juga, tapi Pulau Kenawa ini paling asyik, klo soal bagus mungkin itu relatif karena memang semua pulau di Nusa Tenggara dari sananya sudah bagus, tapi di sini ditawarkan hal lain, yaitu keheningan dan kesunyian yang menenangkan, itu jarang ditawarkan pulau lain karena sudah ramai pengungjung dan warga lokal juga,” ujar salah satu anggota rombongan yang berasal dari Jakarta.

Yaa.. kenawa memang pulau tidak berpenghuni, justru karena tidak berpenghuni itulah daya tarik tersendiri dari pulau mungil ini. Disekeliling pulau ini sebenarnya sudah ada saung atau rumah panggung yang terbuat dari rotan yang dianyam dan bisa digunakan sebagai tempat berteduh. Bisa juga bagi anda yang ingin membawa tenda bisa mendirikan tenda disana. Kekurangan Pulau ini hanyalah tidak tersedianya air bersih, ini artinya anda diharuskan membawa air untuk berbagai keperluan dari pelabuhan atau kampung Tano.

Saya pun melanjutkan berkeliling pulau ke atas satu-satunya bukit disana. Tidak terlalu tinggi hanya sekitar 50 meter tinggi bukit tersebut. Dari atas sana keindahan sebenarnya bisa terlihat. Disana saya semakin menyadari lagi bahwa tidak salah jika Pulau Kenawa dikatakan sebagai pintu masuk surga Sumbawa. Dari atas bukit kita akan bisa melihat gugusan pulau di kepulauan sumbawa yang berjejer bertetangga menempati posisi di lautan biru yang luas. Pulau-pulau berbukit dengan tekstur pulau khas sumbawa benar-benar pemandangan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Melihat ke sekeliling Kenawa kita bisa melihat bayangan terumbu karang yang mengepung pulau terbungkus dengan gradasi warna laut biru muda, biru tua juga ada warna putih dari pasir pantai.

Segera saja seturunnya dari bukit langsung berganti kostum untuk menikmati sajian keindahan bawah laut Pulau Kenawa. Benar saja dugaan saya dari atas tadi, tumpukan terumbu karang yang elok nan indah membuat mata saya menolak untuk berkedip. Ikan-ikan berwarna warni bermain dengan riang diantara terumbu karang. Satu hal yang harus diperhatikan ketika snorkling di Pulau Kenawa adalah arus yang kuat. Anda jangan sampai terlena dengan keindahan bawah laut dan tanpa disadari terbawa arus hingga ke tengah lautan.

Hari berganti gelap ternyata keindahan yang ditawarkan Pulau Kenawa tidak berhenti. Selagi membuat makan malam yang saya dapatkan hasil belanja ikan dari nelayan yang sedang melaut disekitar Pulau Kenawa, saya menikmati suana malam yang sangat sunyi, begitu tenang, hanya sesekali terdengar suara mesin kapal nalayan yangs sedang melaut. Selebihnya hanya suara angin dan gemericik air ombak yang menabrak bebatuan dan pasir.

Bermalam di pulau kenawa berarti anda akan disuguhkan langit malam yang dipenuhi miliaran bintang yang bepencar di langit yang luas.pemandangan yang tidak akan bisa didapatkan di kota. Langit cerah sehingga hujan bintang pun menambah kesyahduhan malam di  pulau Kenawa.

Kebaikan para penduduk kampung Tano benar terbukti dengan kembalinya Usman bersama Ali untuk menjemput saya. Kali ini perjalanan di kampung Tano sedikit berbeda, karena matahari sudah tinggi itu berarti kapal-kapal fery pnumpang pun sudah hilir mudik. Perahu kecil Usman berjalan diantara kapal-kapal besar itu. Namun itu tidak merisaukan, karena saya terpaku dengan lautan yangs edang sebrangi. Karena sewaktu menyebrang ke Kenawa kondisi masih gelap, jadi keindahan laut yang menghubungkan Pototano dan Kenawa tidak terlihat, kali ini saya bisa melihat langsung terumbu karang yang tersebar disepanjang jalur yang saya lalui. Airnya begitu jernih sehingga pandangan saya bisa lurus kedasar laut melihat warna warni terumbu karang. Benar benar pintu surga Sumbawa.

Hingga saat ini Pulau Kenawa semakin terkenal dan menjadi tujuan wisata alternatif ketika biaya menuju ke kepulauan di NTT melonjak tinggi. hal ini tentu kabar baik bagi penduduk sekitar yang dapat memanfaatkan potensi wisata untuk kesejahteraan mereka. Namun lagi-lagi konsekuensi dari terkenalnya suatu kawasan untuk wisata harus diterima. Yakni banyaknya sampah yang sudah mulai terlihat tersebar disekeliling pulau Kenawa. Sungguh memilukan memang, dari kejauhan Pulau Kenawa begitu cantik, akan tetapi jika sudah menginjakkan kaki disana, kecantikan tersebut ternodai oleh ulah oknum yang hanya ingin menikmati keindahan ciptahan Tuhan tanpa mau untuk merawatnya dengan tidak membuang sampah sembarangan.

Tentu ini tidak perlu terjadi jika ada regulasi yang jelas yang harusnya ditetapkan oleh pemda setempat. Selain itu yang terpenting adalah pola pikir masyarakat terutama para pengunjung yang seharusnya menjaga kelestarian lingkungan Pulau Kenawa. Peran penduduk loka pun penting untuk mengambil tindakan tegas bagi siapa saja yang mengunjungi Pulau Kenawa dan tidak menjaga lingkungan.  Kita tentu tidak ingin “Pintu Surga Sumbawa” itu justru berubah menjadi tempat “pintu penampungan sampah”.

 

Biaya backpacker menuju Kenawa

Transportasi

Biaya

Terminal Mandalika – Pelabuhan Kayangan

Rp 25.000

Pelabuhan Kayangan – Pototano

Rp 18.000

Perahu PP Pototano Kayangan (menumpang Nelayan)

Rp 100.000

Nb; harga bisa berubah – ubah sesuai dengan ketetapan di daerah

Editor: RI