Program CSR Pertagas: Dari Gang Peno ke Norwegia

Penulis: Alamsyah - Waktu: Jumat, 15 November 2019 - 16:41 PM

Sekelompok ibu-ibu di Kota Prabumulih  mengolah tanaman obat kelurga menjadi minuman sehat dan bugar. Inovasi produk terus dilakukan, pasar terus diperluas. Dari gang Peno di Prabumulih, serbuk minuman berbasis tanaman obat keluarga ini sudah diperkenalkan di Oslo, Norwegia.

 

Jakarta-PINews.com-Suasana di gang Peno, RW 02 Kelurahan Gunung Ibul, Kota Prabumulih terlihat asri. Jalanan di sepanjang gang ini sudah dibeton. Saluran air di kiri-kanan jalan  bersih dan terawat. Di hampir setiap rumah terdapat aneka tanaman buah, jeruk, jambu serta tanaman lainnya. Kehadiran tanaman buah di halaman rumah menjadikan suasana lebih teduh, mampu menahan panas  yang cukup terik di Prabumulih.

Tidak hanya tanaman buah, ada polybag berbagai ukuran yang ditaruh berjejer, ada juga yang diletakan diatas rak bertingkat baik dari kayu, besi atau baja ringan. Berbagai jenis tanaman  yang lazim dikonsumsi untuk kebutuhan keluarga  seperti sawi, terong, cabe tomat ada, Juga ada tanaman obat semisal kunyit, jahe, sereh dan juga kencur. Rerata halaman rumah di gang Peno cukup besar, sehingga aneka jenis tanaman buah dan tanaman obat serta sayuran hadir dalam jumlah yang cukup banyak. Di beberapa rumah, terlihat lampu penerangan jalan yang bersumber dari listrik tenaga surya.

Di gang Peno 5, di sebuah lahan kosong, terdapat sebuah bangunan  dengan tiang-tiang dari baja ringan. Berbagai jenis sampah, kertas, kardus dan plastik disusun rapi berdasarkan jenis dan ukuran. Bangunan itu merupakan bank sampah unit, tempat warga gang Peno,  mengumpulkan dan menjual sampah mereka. Saban bulan, mereka menyetor sampah (non organik). Setiap jenis sampah ditimbang, dihargai berdasarkan jenisnya dengan harga yang sudah disepakati. Jumlah sampah yang disetor dicatat, dinilai harganya. Mereka tidak langsung menerima uangnya, tetapi dibayarkan saat lebaran Idul Fitri.

Di sudut bangunan itu, terdapat sebuah mesin penghancur sampah organik, biodigester namanya. Dari alat ini, sampah organik digiling, menghasilkan pupuk organik cair. Selain pupuk organik, sampah organik yang diproses biodigester melalui pendekatan biomethagreen, mampu menghasilkan biogas, sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi keluarga. Dari biogas sampah organik, sebuah pipa dan selang kecil disambungkan menuju kompor kecil. Kompor dipakai untuk menjerang air , sekedar membuat kopi atau teh untuk petugas bank sampah.

Berjarak sekira 10 meter dari bank sampah, terdapat sebuah rumah yang berada di pojok gang Peno 5. Halamannya luas dengan kekhasan gang peno, pohon buah juga aneka tanaman yang diletakan dalam media tanaman polybag.  Di bagian kanan rumah yang masih tersambung dengan rumah induk terdapat sebuah ruangan. Di sisi kanan tembok samping pintu masuk ruangan itu terdapat sebuah papan informasi bertulsikan “Asman Toga Melati, Kelurahan Gunung Ibul”. Ini adalah rumah produksi tanaman obat keluarga melati yang berlokasi di gang Peno 5.

Di dalam ruangan itu berjejer pigura berbagai bentuk dan warna. Itu adalah piagam penghargaan yang diberikan kepada kelompok tersebut. Ada banyak piagam di sana baik di tingkat Kota prabumulih, Provinsi hingga piagam tingkat nasional. Di atas tembok, terdapat beberapa pigura  dengan gambar aneka jenis tanaman obat dan kegunaannya.

 Di depan ruangan itu, lebih dari sepuluh orang ibu tengah duduk. Ada yang sedang merajang kunyit, yang lain memotong jahe, lengkuas dan lain sebaginya. Mereka adalah anggota  kelompok Toga Melati. Jahe, kunyit ataupun tanaman obat yang dipotong-potong kecil tersebut kemudian diekstrak dan menghasilkan serbuk minuman sehat siap saji.

Kaum ibu di gang Peno, sejak beberapa tahun lalu sudah memiliki kebiasaan menanam tanaman obat keluarga, juga aneka tanaman sayuran bahkan juga peternakan ayam dan lele. Prinsipnya, mereka memanfaatkan pekarangan rumah mereka untuk memenuhi sekaligus menjaga ketahanan pangan keluarga.

Sebuah jalan yang diretas, jalan lain akan ditemukan. Mungkin begitu ungkapan yang yang pas. Pada medio 2016, Pertagas wilayah Sumatera Selatan sedang merintis sebuah program Corporate Social Responsibility (CSR). Setelah berkomunikasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Prabumulih, gang Peno, dipilih sebagai lokasi untuk melakukan pembinaan dan pemberdayaan  dengan mengoptimalkan potensi lokal yang sudah ada yakni tanaman obat keluarga dan bank sampah.

Biodigester, lampu solar cell di beberapa lokasi, embong air dan saluran drainase juga bangunan yang menjadi rumah produksi tanaman obat, merupakan bantuan  yang diberikan Pertagas wilayah Sumatera Selatan.

Muhammaad Hafizh, Supervisor Quality Control Pertagas South Sumatera  mengakuai bhawa program CSR Pertagas di Gunung Ibul, Prabumulih,  merupakan hasil sinergi yang dilakukan bersama Dinas Lingkungan Hidup setempat. Ketika Pertagas mulai masuk ke Gunung Ibul, program kampung iklim mulai digalakan. Jadilah sinergi dengan Dinas LH untuk mendukung program kampung iklim tersebut. Maka munculah tanaman obat keluarga dan pengembangan bank sampah.

“Untuk tanaman toga, outputnya adalah produk. Maka lahirlah beberapa produk dari tanaman obat. Sementara untuk bank sampah kita bersinergi dengan Pemkot, bangun bank sampah, kemudian komposting serta energi alternatif biometagreen yang menghasilkan biogas juga pupuk organik cair,” demikian jelas Hafizh, saat ditemui PINews.com.

Ia mengaku, ketika masuk ke Gang Peno di Gunung Ibul, tanaman toga yang dikelola kaum ibu setempat sudah mulai mengarah ke produk, tetapi masih sangat sederhana. Saat Pertagas masuk, melakukan inovasi produk juga packaging dan juga membantu penjualan. Saat ini lanjut dia, produk masih  dalam bentuk serbuk, ke depan akan diarahkan ke jamu siap minum.

“Kita akan terus melakukan inovasi, terus menjalin sinergi dengan program pemerintah juga menajlin kerjasama dengan pihak lain sehingga produk tanaman obat keluarga ini memiliki nilai tambah yang lebih lagi,” terang dia.

Setelah lebih dari 2 tahun berjalan, sinergi yang dilakukan Pertagas, pemerintah Prabumulih dan masyarakat Gunung Ibul khususnya gang Peno, mulai menunjukan hasil. Ekstrak tanaman obat kini sudah dikemas dalam kemasan yang lebih baik  dan  higienis. Produk nya sudah mulai banyak dikenal melalui keikutsertaan dalam berbagai pameran baik skala lokal maupun nasional.

Dwi Kroyani, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Prabumulih mengatakan, gang Peno adalah pelopor kegiatan penanaman obat keluarga  dan mengembangkannya menjadi aneka jenis minuman sehat di Prabumulih. Saat ini, sudah banyak kelompok masyarakat yang melakukan hal yang sama. Tetapi gang Peno adalah pelopornya.

“Bahkan sebelum ada program Proklim, masyarakat di sana (gang Peno) sudah mulai menanam untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri,” demikian jelas Dwi.

Gang Peno menjadi lokasi kunjungan berbagai pihak. Baik dari pemerintah Provinsi maupun Pusat ataupun masyarakat biasa yang ingin melihat bagaimana kegiatan pengembangan tanaman obat dilaksanakan di sana. Gang peno, menjadi sentra tanaman obat dan produk lanjutannya di Prabumulih.

Sejoli Pelopor Toga dan Bank Sampah

Ketika menyebut gang Peno, orang pasti tertuju kepada sepasang suami Istri, Alamsyah (52)  dan Siti Sulbiah (49). Siti Sulbiah melibatkan ibu-ibu di sekiataran rumahnya untuk memanfaatkan pekarangan rumah  dengan menanam tanaman obat keluarga juga aneka tanaman sayuran.

Alamsyah, menjadi inisiator, mengajak kaum bapak untuk mengelola sampah melalui bank sampah. Chemistry yang dibangun keduanya bukan hanya untuk membangun rumah tangga, tetapi juga terikat dalam kegiatan yang dilakukan keduanya. Dua kegiatan yang dilakukan mereka saling terkait dan saling mendukung.

Melalui tanaman obat keluarga dan pengelolaan sampah, menjadikan gang Peno masyhur dikenal. Gang Peno sudah mewakili Kelurahan Gunung Ibul, Kota Prabumulih bahkan Provinsi Sumatera Selatan pada berbagai event yang diselenggarakan.  Konsistensi dan komitmen keduanya untuk menjaga lingkungan, patut dicungi jempol.

Tidak hanya waktu yang dikorbanakan disela-sela tugas dan pekerjaan utama, bahkan juga dana  mereka korbankan untuk membangkitkan semangat para jiran agar terlibat dalam kegiatan menanam dan mengelola sampah. Rumah mereka, mereka relakan menjadi tempat bagi ibu-ibu di seputaran rumah mereka untuk berkumpul, berlatih dan menjadi rumah produksi olahan tanaman obat keluarga.

Mereka rela mengajak merogoh kocek sendiri, membiayai anggota kelompok untuk berajangsana ke beberapa lokasi lain di luar Prabumulih, hanya untuk melihat bagaimana kegiatan pengelolaan lingkungan sekitar rumah melalui pemanfaatan tanaman. 

Kontribusi yang diberikan oleh sepasang suami istri cukup besar. Puluhan penghargaaan untuk berbagaik kategori di berbagai level terpampang di rumah produksi Asman Toga Melati. Berbagai penghargaan sudah diterima, baik untuk kelompok atau perorangan. Baik dilevel lokal maupun nasional. Penghargaan ProKlim Utama sudah dua kali diraih. Pengharghaan PHBS tingkat nasional juga sudah diterima. Siti Sulbiah secara perorangan meraih penghargaan Kalpataru tingkat Provinsi Sumatera Selatan pada 2017.

“Jika boleh memilih, saya akan lebih memilih untuk mengurusi tanaman obat ini. Tapi sampai saat ini saya masih menjalani keduanya,” ujar Siti yang juga seorang ASN ini.

“Bu Siti ini levelnya  sudah tinggi. Kalau di sepakbola, levelnya liga utama,” demikian disampaikan oleh Iwan Nusmareri Kepala Bidang Pengolahan Sampah & Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup Kota Prabumulih.

Penilaian yang diberikan Iwan memang tidak berlebihan, karena pencapaian kelompok yang dipimpin Siti dan juga raihan personal yang sudah didapatkan. Level ibu dua anak ini sudah menjadi mentor, yang memberikan pembekalan, pelatihan bahkan menjadi juri untuk berbagai lomba yang terkait lingkungan hidup.

Kepedulian yang dilakukan Siti dan sang Suami Alamsyah terhadap kelestarian lingkungan serta pemberdayaan ibu-ibu dan tetangga rumah merupakan sebuah tindakan yang patut diapresiasi.

“Mencari figur seperti bu Siti dan pak Alamsyah ini memang tidak mudah,” demikian disampaikan oleh Dwi Koryani, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Prabumulih.

Menurutnya, orang yang memiliki keinginan seperti keduanya mungkin ada atau banyak. Tetapi yang memiliki komitmen dan konsistensi serta mau mengorbankan waktu, tenaga bahkan materi, tidak banyak.

Siti Sulbiah, berdinas di Dinas Ketahanan Pangan Pemerintah Kota Prabumulih. Sementara sang suami, Alamsyah merupakan seorang guru di Sekolah Menengah Pertama di Prabumulih. Siti Sulbiah memang terlebih dahulu  mengajak ibu-ibu sekitaran rumahnya untuk memanfaatkan pekarangan rumah dengan berbagai tanaman sayuran juga tanaman obat. Sebagai orang yang berdinas di Dinas Ketahanan Pangan, ia menyadari betul bahwa ketahanan pangan  sesungguhnya bisa dimulai dari halaman rumah setiap warga.

Sebagai seorang ibu rumah tangga, ia menyadari betul bahwa dampak yang paling dirasa oleh ibu rumah tangga adalah ketika harga-harga kebutuhan pokok naik. Sementara ia melihat seharusnya beberapa kebutuhan seperti sayuran, seharusnya tidak mesti bergantung pada para pedagang di pasar, semuanya bisa dipenuhi sendiri.

 “Asal mulanya kita memanfaatkan untuk kebutuhan kita, bukan untuk orang lain. Semua dipake dewek. Tak pernah berpikir membentuk kelompok ataupun untuk berjualan,” demikian cerita Siti tentang asal mula ketelibatannya dalam kegiatan kelompok tanamanan obat Melati.

Ternyata animo ibu-ibu sekitar kediaman mereka cukup besar untuk bertanam sayuran dan juga tanaman obat keluarga, jumlahnya lebih dari 30 orang. Setelah berjalan beberapa bulan, ada penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Prabumulih. Masyarakat mendapatkan banyak informasi tentang manfaat tanaman obat. Banyak penyakit-penyakit yang kerap diderita oleh masyarakat, sebenarnya bisa diobati dengan tanaman obat keluarga tersebut. Kesadaran dan gairah untuk menanam semakin besar. Banyak manfaat dirasakan. Selain bisa memenuhi kebutuhan kebutuhan rumah tangga, manfaat untuk kesehatan juga lingkungan menjadi lebih asri.

Sementara itu, Iwan Nusmareri Kepala Bidang  Pengolahan Sampah Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup Prabumulih mengatakan, kegiatan pengembangan tanaman obat dan pengelolaan sampah di gang Peno 5 yang dimotori Siti Subiah dan sang Suami Alamsyah merupakan konsep yang paling ideal. Kedua program ini berada dalam satu lokasi sehingga pemanfaatannya bisa langsung dirasakan. Hasil pengolahan sampah organik, berupa pupuk organik cair, bisa dipakai untuk  tanaman obat atau juga tanaman lainnya.

“Apa yang dilakukan bu Siti dan pak Alam sangat ideal, sangat lengkap. Toga ada, bank sampah ada. Sehingga, mau apa saja (penilaian untuk berbagai program-red) boleh. Mau PHBS, Adipura, kampung iklim, kalpataru semuanya bisa masuk,” terang dia.

Sinergi Dengan Dunia Usaha

Kegiatan tanaman obat dan bank sampah di gang peno bisa berjalan dengan baik berkat sinergi dengan dunia usah. Karena itu, menurut Iwan Nusmareri, sinergi dengan dunia usaha merupakan sebuah keniscayaan. Sejak awal, katanya Pertagas memang tertarik untuk mengembangkan program tanaman obat yang akhirnya kemudian juga bank sampah.

“Kami  sangat mendukung kerjasama dan sinergi yang dilakukan Pertagas di Prabumulih, khusunya Gunung Ibul ini,” ujar Iwan ketika ditemui di kantornya.

Ia menegaskan, Pertagas merupakan perusahaan pertama yang melakukan sinergi dengan pemerintah melalui Dinas Lingkungan Hidup Prabumulih untuk melakukan kegiatan pemberdayaan dan penguatan tanaman obat dan bank sampah di Gunung Ibul.

Baik Dwi Koryani maupun Iwan Nusmareri mengatakan, sinergi dengan dunia usaha mutlak diperlukan. Tanpa dukungan dunia usaha, program pemerintah tidak bisa mencapai hasil seperti yang diharapkan.

“Pemerintah punya program dengan melibatkan masyarakat. Tetapi kalau dunia usaha tidak terlibat, akan susah. Karenanya dilakukan sinergi dengan dunia usaha, melalui program CSR seperti yang kami lakukan dengan Pertagas.  Sinergi itu penting,” demikian tegas Dwi Koryani.

Menyasar Pasar Anak Muda

Setidaknya ada delapan produk tanaman obat yang diproduksi  oleh kelompok Asman Toga Melati di Gunung Ibul, Prabumulih sudah dibisa dinikmati oleh mereka yang ingin menikmati minuman sehat dan bugar berbahan dasar tanaman obat keluarga. Selain serbuk minuman sehat tersebut ditanam sendiri di pekarangan rumah dengan tanpa menggunakan pupuk kimia sintetis, minuman sehat dan bugar tersebut tanpa menggunakan bahan pengawet.

Di beberapa  gerai pusat oleh-oleh Prabumulih, serbuk minuman sehat seperti kunyit, jahe, jahe merah, temulawak, kencur, teh daun salam dan teh daun kelor yang diproduki oleh ibu-ibu di gang Peno, Gunung Ibul ini sudah bisa ditemui. Meski sudah tersedia dioutlet pusat oleh-oleh, tidak sedikit yang langsung mendatangi rumah produksi di Gang Peno 5 untuk membeli produk minuman sehat yang mereka sukai.

“Kita selalu menyediakan stok di sini, sebab selalu ada yang datang mau membeli langsung di sini,” demikian disampaikan Siti Sulbiah, Ketua sekaligus inisiator  dan penggerak tanaman Toga di gang Peno.

Kerjasama dengan outlet yang menjual oleh-oleh khas Prabumulih, merupakan upaya lain untuk terus mengenalkan produk minuman sehat tanaman obat keluarga yang diproduksi oleh kelompok Asman Toga melati. Penjualan melalui media sosial seperti Facebook atau melalui WhattsApp juga sudah mulai dilakukan. Terjadi peningkatan permintaan, meski wilayahnya masih terbatas di Prabumulih atau di wilayah Sumatera Selatan, belum merambah ke luar wilayah Sumsel.

“Permintaan dari kantor Pertagas baik di Palembang ataupun kantor Pusat di Jakarta, juga ikut membantu penjualan,” ungkapnya.

Beberapa waktu lalu, Pertagas wilayah Sumatera Selatan mengadakan pelatihan marketing bagi anggota kelompok Asman Toga Melati serta tiga binaan lainnya. Pelatihan Marketing difokuskan melalui penjualan berbasis online, mengikuti tren yang saat ini tengah berkembang seiring kemajuan teknologi. Pelatihan tersebut, menurut Siti yang juga diamini oleh beberapa anggota lain sangat bermanfaat. Tetapi memang bukan hal yang mudah bagi ibu-ibu dengan rerata usia yang sudah tidak muda lagi.

Memang bukan hal yang gampang, tetapi setidaknya pelatihan tersebut memberi wawasan dan pengetahuan bagi semua anggota kelompok bahwa dengan perkembangan teknologi, saluran untuk menjual produk juga semakin beragam. Ada yang konvensional ada juga yang memang harus mengikuti tren yang saat ini sedang berkembang.

“Ini memang tantangan yang tidak mudah. Produk bagus, kalau disajikan dengan gambar yang buruk juga bisa dinilai jelek, sebaliknya juga begitu,” katanya sambil tertawa.

Siti mengakui, sejauh ini rerata konsumen minuman bugar dan sehat berbasis tanaman obat keluarga ini, didominasi oleh mereka yang berusia di atas 50 tahun. Kalaupun ada yang masih berusia produktif, jumlahnya masih sangat terbatas. Ia berharap, dengan informasi yang komprehensif, minuman sehat ini bisa menyasar kelompok yang lebih luas lagi, baik anak muda maupun remaja.

Upaya memperluas pasar produk minuman sehat berbasis tanaman obat keluarga ini juga menjadi perhatian Pertagas yang sudah lebih dari dua tahun melakukan pendampingan di kelompok Asman Toga Melati ini. Muhammad Hafizh, Supervisor Quality Control PT Pertagas wilayah Sumatera Selatan yang selama ini mendampingi kelompok ini mengatakan, pada berabagai event atau kegaiatan, Pertagas selalu ikut serta dengan melibatkan anggota kelompok Asman Toga Melati dan memperkenalkan produk mereka.

“Di kantor kita ada CSR Corner yang memajang produk-produk binaan kita. Jadi kalau ada tamu, mereka tahu ada produk yang mungkin mereka bisa nikmati,” ungkap Hafizh.

Sebagai produk mitra binaan, Pertagas wilayah Sumatera Selatan terus berupaya untuk terus memperluas pasar produk minuman sehat berbasis tanaman obat keluarga ini. Berbagai jalinan kerja sama sudah dilakukan 

Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan menjalin kerjasama dengan Cafe History Cafee, sebuah cafee shop yang beroperasi di jantung kota Sumatera Selatan, Palembang. Histroy Cafee akan menyediakan minuman berbasis tanaman obat keluarga sebagai salah satu menu andalan di cofee shop mereka. Pertagas, melalui mitra binaan mereka Asman Toga Melati menyediakan bahan baku.

“Tujuannya, kita ingin menyasar pangsa pasar anak muda, para pengunjung cafee shop,” ungkap Hafizh.

Ikhtiar menyasar pasar anak-anak muda tersebut, karena selama ini minuman sehat berbasis tanaman obat keluarga, selama ini identik dengan minuman yang dikonsumsi oleh orang-orang tua. Padahal, dari sisi manfaat minuman sehat herbal tersebut memiliki faedah yang sangat besar. Pihak Cofee shop tentu akan mengemasnya dalam sajian minuman kekinian yang sesuai dengan selera anak-anak muda, sehingga minuman sehat ini tidak lagi menjadi minuman kelas dua, tetapi menjadi varian dari sajian utama di cafe History.

Pada waktu yang tidak terlalu lama dari kerjasama yang sudah disepakati antara mitra binaan Pertagas di Gang Peno, Prabumulih dengan cafe History Cofee, di Jantung kota Oslo, Norwegia, tepatnya di Alun-alun Spikersuppa, pada tanggal 29-30 Juni 2019, digelar Festival Indonesia, sebuah acara yang diinisiasi oleh Keduataan Besar Indonesia di Norwegia untuk memperkenalkan Indonesia, kepada penduduk salah satu negara Skandinavia tersebut.

Selain memperkenalkan keragaman kebudayaan Indonesia, pada ajang tersebut juga diperkenalkan kuliner Indonesia serta aneka produk olahan dari hasil alam Indonesia. Selama dua hari,  lokasi festival yang berada diantara Istana Raja dan Gedung Parlemen Norwegia, dipadati pengunjung. Sebanyak 30 peserta pameran turut serta dalam festival tersebut. Salah satunya Badan Ekonomi Kreatif (BeKraf) Lembaga Pemerintah non kementrian yang bertanggungjawab di bidang ekonomi kreatif.

Sebelum mengikuti festival Indonesia di Norwegia, BeKraf menyelekasi barista terbaik di berbagai wilayah di Indonesia untuk turut serta dalam acara tersebut. Dari hasil seleksi, salah seorang Barista di History Cofee, terpilih menjadi Barista terbaik se Sumatera Selatan dan menjadi bagian dari BeKraf yang turut serta dalam Festival dua hari yang digelar pada akhir pekan terkahir bulan Juni tersebut.

Sang Barista inilah yang membawa delapan produk olahan tanaman obat keluarga produksi Asman Toga Melati binaan Pertagas wilayah Sumatera Selatan, dalam festival yang pertama kali digelar tersebut. Ia ingin mengenalkan kepada masyarakat di sana bahwa minuman sehat berbasis tanaman obat keluarga yang diproduksi oleh kelompok Ibu-Ibu di gang Peno, Gunung Ibul, Prabumulih merupakan produk terbaik dari Sumatera Selatan, sebuah produk herbal organik kaya manfaat. Barista ini juga menjadi bagian dari History Cofee yang akan mengemas minuman sehat ini menjadi minuman kekinian yang bisa dinikmati kalangan muda.[]

 

Editor: