Masyarakat Lirik Caleg Pro Lingkungan
Credit by: Narasumber peluncuran laporan hasil survey WWF-LP3ES di Jakarta (kiri-kanan): Kurniawan Zen (LP3ES), Andrinof Chaniago (Pengamat Kebijakan Publik), Nyoman Iswarayoga (WWF Indonesia). ( WWF Indonesia)

Jakarta, PINews.com - Wakil rakyat yang akan duduk di kursi legislatif mendatang perlu serius menangani isu kerusakan lingkungan di Indonesia.

Itulah satu harapan publik Indonesia yang didasarkan pada hasil survei dan kajian yang dirilis WWF Indonesia bekerjasama dengan LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) kemarin.

Dari hasil survey yang dilakukan LP3ES bekerjasama dengan WWF, menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat (95,7% dari responden survey) menginginkan parlemen pada pemilu 2014 mendatang diisi oleh politisi yang pro lingkungan.

Kajian berjudul “Survey Persepsi Masyarakat Terhadap Isu Lingkungan dan Preferensi Partai Politik” tersebut dilaksanakan di tujuh kota di Indonesia –yaitu Pekanbaru, Jakarta, Surabaya, Makassar, Samarinda, Kupang dan Sorong, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesadaran publik terhadap isu lingkungan, serta persepsi dan preferensi masyarakat terkait peran partai politik dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Indonesia.

Berdasarkan  hasil  survey,  mayoritas  responden  menyetujui  bahwa  terdapat  hubungan antara  bencana  alam  baik  secara  nasional  maupun  di daerah dengan  praktik  pengelolaan  SDA  yang  berlebihan  (91%)  dan korupsi dalam pengelolaan SDA (80.1%). Survey itu diadakan pada 1 Oktober – 15 November 2013, dengan responden yang diwawancarai sebagai sampel berjumlah 700 responden, berusia minimal17 tahun.

Menurut responden, banjir merupakan jenis bencana alam yang paling sering mereka alami (61%) dan disusul oleh kekeringan (13.6%). Publik menilai perubahan  fungsi  lahan  hutan,  pembalakan/penebangan  hutan  dan  penggunaan  air tanah  yang  berlebihan    merupakan  tiga  faktor  yang  memicu  terjadinya  banjir  dan kekeringan  di  tujuh  kota  lokasi  survey.

“Kebijakan pengelolaan sumber daya alam adalah persoalan serius yang kerap terabaikan dalam agenda politik, sehingga kerapberujung pada bencana dan kesengsaraan bagi rakyat, “ kata Nyoman Iswarayoga, Direktur Komunikasi dan Advokasi WWF Indonesia. Pengelolaan sumber daya alam juga kerap terbelit permasalahan korupsi.

Menurut Nyoman, penyelenggaraan Pemilu Legislatif pada April 2014 merupakan momentum penting bagi masyarakat untuk memilih partai politik dan anggota legislatif yang bukan hanya melihat pembangunan dari parameter ekonomi namun juga harus berpihak terhadap kelestarian. Pembangunan berkelanjutan harus mencakup dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan”

Direktur Eksekutif LP3ES, Kurniawan Zen mengatakan, reformasi tata kelola sumber daya alam yang berorientasi pembangunan berkelanjutan mendesak dilakukan sebagai strategi mendasar untuk menekan risiko bencana alam yang akan menekan pertumbuhan ekonomi nasional.

Menurut Kurniawan, terdapat tiga kata kunci dalam pengelolaan sumber daya alam dalam konteks perekonomian nasional, yaitu pertama kemakmuran rakyat, kedua, berkelanjutan dan ketiga, berwawasan lingkungan.

“Merujuk kepada tiga kata kunci tersebut terdapat pertanyaan mendasar dalam survey mengenai manfaat dan kerusakan yang dirasakan masyarakat akibat praktik pengelolaan SDA,” lanjutnya.

Hasil survey menunjukan bahwa responden menganggap pengelolaan sumber daya alam saat ini lebih memberikan dampak kerusakan yang merugikan masyarakat daripada maanfaat (74,3%).

Masyarakat  menilai  bahwa kerugian yang mereka alami akibat terjadinya kerusakan lingkungan, terkait dengan dua hal yaitu  korupsi  antara  pengelola  SDA  dan pemangku  kebijakan dan  pengawasan  yang  lemah  dari  pemerintah.  Demikian  pula,  relasi korupsi antara pengelola SDA dan pemangku kebijakan dan pengawasan yang lemah dari pemerintah dinilai sebagai faktor yang menghambat keuntungan bagi masyarakat dalam pengelolaan SDA.

Terkait sikap politik masyarakat terhadap partai politik yang diduga melakukan korupsi SDA, hasil  survey  menunjukkan  bahwa  52.7%  respoden  tidak  akan  memilih apabila terdapat bukti praktik korupsi oleh partai politik, baik secara perorangan maupun kelembagaan, dan 37.1% responden tidak akan memilih partai politik yang diduga melakukan praktik korupsi pengelolaan meski baru sebatas isu, dan hanya 10.1%  yang tetap  akan  memilih  partai  politik  yang  diduga  melakukan  korupsi  pengelolaan  SDA, karena hal tersebut sulit untuk dibuktikan.

Menurut Adrianof Chaniago, Pengamat Kebijakan Publik, isu lingkungan bukanlah isu yang besar, tetapi merupakan masalah yang besar karena secara kualitatif dan jangkauan dampak, pengaruhnya besar. Oleh karena itu, dalam waktu menjelang pemilu, isu ini harus terus digulirkan. Kesadaran politik publik khususnya pemilih tentang dampak dari pilihan yang dibuatnya, harus terus ditingkatkan. Masyarakat perlu mengetahui kerugian yang ditimbulkan akibat kesalahan kebijakan atau korupsi yang dilakukan partai/caleg terkait sumberdaya alam.”

Editor: Rio Indrawan