Ada Aroma Kriminalisasi, Kasus Denny Indrayana Hanya Kesalahan Administrasi?
Credit by: Denny Indrayana (Ist)

Jakarta, PINews.com - Mantan Wamenkum HAM, Denny Indrayana akhirnya ditetapkan menjadi tersangka oleh Bareskrim Polri dalam kasus payment gateaway atau pembayaran pembuatan paspor secara online.

Denny dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP tentang Penyalahgunaan Wewenang.

Atas keputusan ini tidak sedikit pihak yang mencium adanya aroma kriminalisasi, pasalnya Denny adalah salah satu pihak paling getol dalam membela KPK saat menghadapi kasus Komjen Budi Gunawan.

Para pegiat antikorupsi Pukat UGM, ICW, MTI menilai kasus Denny hanyalah sekedar kesalahan administrasi semata.

Tidak perlu waktu lama bagi Polri menaikkan perkara yang menjerat Denny setelah dilaporkan pada 10 Februari 2015 oleh Andi Syamsul Bahri dari penyelidikan ke penyidikan, yakni hanya butuh satu hari saja.

Dilaporkan Tempo, Heru Widodo, pengacara Denny membantah keterlibatan kliennya dalam kasus ini. Menurut dia, angka kerugian yang berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan tanggal 30 Desember 2014 bukanlah kerugian negara. Tetapi justru nilai penerimaan negara bukan pajak yang disetor ke negara dari hasil pembuatan paspor.

Program pembayaran pembuatan paspor via online itu justru menghilangkan praktik pungutan liar dan percaloan. 

"Jika benar ada dana sekitar Rp 605 juta, maka itu adalah biaya resmi dalam transaksi perbankan yang ada dasar hukumnya, yakni Rp 5.000 untuk setiap transaksi pembuatan paspor, sama sekali bukan pungli," tambahnya.

Sementara itu Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan mengungkapkan bahwa dari kasus ini, negara dirugikan sebesar Rp 32 miliar.

Ia pun menjelaskan adanya sejumlah uang hasil pungutan pembuatan paspor yang mengendap di dua rekening yang dibuat oleh dua vendor tersebut. Uang itu langsung diserahkan ke kas negara.

"Apalagi, pembukaan rekening itu seharusnya atas seizin menteri. Nah ini tidak, rekening itu hanya diketahui pimpro (pimpinan proyek) dan pihak bank swasta," ujar Anton.

Guru Besar Hukum Tatanegara UGM ini bakal menjalani pemeriksaan pertama pada Jumat, 27 Maret 2015. 

Editor: RI