Tak Digubris Di Indonesia, Penyembuh Kanker Ciptaan Anak Bangsa Justru Jadi Rebutan Negara Lain
Credit by: Warsito dan alat temuannya (Ist)

Jakarta, PINews.com - Indonesia harus bersiap gigit jari jika pemerintah tidak berpikir matang-matang dan secara mendalam untuk berubah pikiran dan membantu kerja keras anak bangsa yang satu ini. Bagaimana tidak?, karyanya di bidang kesehatan untuk penyembuhan kanker payudara justru lebih dihargai dan diakui negara lain ketimbang tanah kelahirannya sendiri.

Adalah Dr. Warsito P. Taruno seorang ilmuan sekaligus mantan dosen yang pernah mengenyam pendidikan S1, dan S2 jurusan Teknik Kimia, serta S3 Teknik Elektro di Jepang, ditambah pengalaman riset di Amerika Serikat serta dosen Fisika Medis di Universitas Indonesia telah sukses menciptakan sebuah teknologi revolusioner untuk penyembuhan penyakit kanker.

Teknologinya ini pun sudah teruji menyembuhkan sang kakak yang sempat menderita Kanker Payudara stadium 4.

“Semua berawal ketika kakak perempuan saya divonis kanker payudara stadium 4. Dokter telah angkat tangan, hanya ada dua pilihan yakni mencari pengobatan alternatif atau menunggu kematian,” cerita Warsito di laboratorium riset kanker C-Tech Labs Edwar Technology, Tangerang, seperti dikutip dari laman Bisnis.

Teknologi yang dilahirkan Warsito berasal dari perpaduan teknologi energi rendah dengan teknologi terapi kanker, guna menyembuhkan penyakit sang kakak. Akhirnya, uji lab in vitro yang dilakukan menunjukkan hasil sangat positif.

Dalam  tahap uji coba pada penderita hasilnya juga menggembirakan. Dengan perhitungan yang matang, uji coba teknologi ini membuahkan hasil sangat bagus, yakni uji klinis menyatakan tubuh sang kakak bersih dari kanker.

Setelah lebih dari lima tahun menggunakan teknologi temuannya, sang kakak telah kembali hidup normal.

Warsito pun bermaksud untuk mematenkan teknologinya dan berbagi dengan para penderita kanker lainnya dengan mengurus perizinan ke pemerintah untuk bisa memproduksi temuannya secara massal

Berbagai cara telah ditempuh Warsito untuk mendapatkan izin produksi massal, izin edar, dan izin penggunaan alat kesehatan ini oleh lembaga kesehatan di Indonesia. Tapi hingga saat ini hasil nihil, bahkan pengurusan izin peredaran dan lainnya justru menguras kocek cukup besar.

Tidak disangka teknologi buatan anak bangsa yng sudah terbukti melalui berbagai percobaan serta diuji secaraketat tidak mendapatkan tempat dan pemerintah dengan regulasi yang ada terkesan lebih mengakomodir peredaran alat kesehatan dari luar negeri.

Menurut Warsito temuannya harusnya tidak sulit diedarkan, karena juga sudah memenuhi syarat dari kementerian kesehatan pertama alat yang yang tidak menimbulkan efek apapun dapat beredar tanpa uji klinis. Kedua alat menimbulkan risiko ringan, sehingga izin bisa didapatkan cukup dengan penjelasan, dan ketiga adalah alat yang memiliki risiko berat sehingga perlu uji klinis.

Temuan Warsito sendiri sudah mampu menolong banyak orang hingga saat ini sejak keberhasilan Warsito menyembuhkan kakaknya.

 Tak kurang dari 10.000 orang telah menggunakan teknologi ciptaan Warsito dengan rincian 50% pasien mengidap penyakit kanker payudara, dan lainnya kanker otak. Sebanyak 70% pasien divonis tak dapat ditolong secara medis, 25% tidak mau medis, dan 5% lainnya belum berobat secara medis.

Hasilnya, 80% pengguna teknologi temuannya dapat hidup secara normal bahkan dikatakan sembuh secara kedokteran.

Kondisi ini sangat miris, karena disisi lain saat ini beberapa Negara lain justru berebut untuk memproduksi secara masal temuan Warsito.

Negara maju seperti Jepang bahkan sudah rutin memesan teknologi Warsito dan dipasarkan disana. Jika di Indonesia Warsito mematok harga Rp 10 Juta, maka di Jepang harga teknologi temuannya bisa dijual dengan harga Rp 200 juta.

Tidak hanya Jepang, negara lain seperti China, Malaysia, Singapura, India, Polandia, dan Srilanka telah mengirimkan ahli onkologi, sub-bidang medis yang mempelajari dan merawat kanker, untuk mengikuti pelatihan menggunakan teknologi buatannya di laboratorium miliknya.

Semoga saja pemerintah sekali lagi mau memberikan kesempatan kepada anak bangsa untuk menolong bangsanya sendiri. Jangan sampai adalagi ilmuan dari tanah air mengabdikan dirinya untuk bangsa lain.

“Pada akhirnya kenapa kami buat bisnis ini di Indonesia, mungkin karena idealisme dan nasionalisme lebih besar ketimbang pemikiran profit,” kata Warsito.

Editor: RI