Redam Corona, Presiden Siapkan Pembatasan Sosial Skala Besar
Credit by: kominfo/dok

Jakarta, PINews.com - Pemerintah terus berupaya untuk menangani pandemi virus korona atau Covid-19 di Indonesia, termasuk memutus rantai penyebarannya. Presiden Joko Widodo meminta agar kebijakan pembatasan sosial maupun pembatasan fisik berskala besar dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif.

Hal tersebut disampaikan Presiden saat memberikan pengantar dalam rapat terbatas yang digelar secara telekonferensi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. “Saya juga minta dan pastikan bahwa apotek dan toko-toko penyuplai kebutuhan pokok bisa tetap buka untuk melayani kebutuhan warga dengan tetap menerapkan protokol jaga jarak yang ketat,” kata Presiden.

Sejalan dengan kebijakan tersebut, pemerintah juga segera menyiapkan program perlindungan sosial dan stimulus ekonomi bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pelaku usaha, dan pekerja informal. “Ini nanti yang akan segera kita umumkan kepada masyarakat,” imbuhnya.

Dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar tersebut, Presiden meminta agar segera disiapkan aturan pelaksanaannya yang lebih jelas sebagai panduan-panduan untuk provinsi, kabupaten, dan kota. Presiden kembali mengingatkan bahwa kebijakan kekarantinaan kesehatan termasuk karantina wilayah adalah kewenangan pemerintah pusat, bukan kewenangan pemerintah daerah.

“Saya berharap seluruh menteri memastikan bahwa pemerintah pusat-pemerintah daerah harus memiliki visi yang sama, harus satu visi, memiliki kebijakan yang sama, semuanya harus dikalkulasi, semuanya harus dihitung, baik dari dampak kesehatan maupun dampak sosial ekonomi yang ada,” tandasnya.

 

Prioritaskan Perlindungan Tenaga Kesehatan

Stok alat pelindung diri (APD) makin terbatas dan perhitungan menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan kurang lebih tiga juta APD hingga akhir Mei. Presiden Joko Widodo meminta agar perlindungan tenaga kesehatan dan penyediaan obat serta alat-alat kesehatan betul-betul menjadi prioritas yang utama.

“Pastikan bahwa seluruh dokter, tenaga medis, perawat bisa bekerja dengan aman dengan peralatan kesehatan yang memadai dan pada 23 Maret yang lalu, pemerintah pusat telah mengirimkan 165.000 APD (alat pelindung diri) ke setiap provinsi, saya juga minta ini betul-betul dipantau. Dari provinsi harus segera dikirim, ditransfer lagi ke rumah-rumah sakit yang ada di daerah sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat,” ujar Presiden.

Berdasarkan laporan yang diterima oleh Presiden, sampai saat ini, stok APD makin terbatas dan perhitungan menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan kurang lebih tiga juta APD hingga akhir Mei. Karena itu, Presiden meminta agar dilakukan percepatan pengadaan APD. “Saya juga minta agar digunakan produk dalam negeri. Karena data yang saya terima, ada 28 perusahaan produsen APD di negara kita,” imbuhnya.

Untuk mendukung produksi APD tersebut, Presiden meminta agar impor bahan bakunya dipermudah. Di saat yang sama, Presiden juga meminta dilakukan percepatan pengembangan agar ventilator bisa diproduksi di dalam negeri.

Selain alat kesehatan, Kepala Negara juga meminta agar jajarannya memperhatikan ketersediaan alat tes cepat (rapid test), PCR (polymerase chain reaction), dan VTM (viral transport media) untuk kecepatan pemeriksaan di laboratorium. Untuk rapid test, Presiden meminta agar tenaga-tenaga kesehatan beserta seluruh lingkaran keluarganya dan khususnya yang terkena status ODP (orang dalam pemantauan) diberikan prioritas.

“Perhatikan tadi gubernur sudah menyampaikan juga banyak yang menyampaikan mengenai perangkat uji lab seperti reagen PCR dan VTM. Semuanya meminta itu sehingga pengadaan untuk ini juga tolong diperhatikan,” tegasnya.

Di samping itu, Presiden meminta agar jajarannya membangun sistem informasi pelayanan di rumah sakit rujukan, termasuk ketersediaan ruang perawatan di rumah sakit darurat seperti di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. “Sistem pendaftaran yang terintegrasi secara online sehingga semuanya bisa lebih cepat terlayani,” tandasnya.

 

Dampak Ekonomi Global

Hingga Selasa (31/3), kasus positif corona di Indonesia mencapai 1.414 orang. Sebanyak 122 orang tercatat meninggal dunia dan 75 orang pasien dinyatakan sembuh. Sementara di dunia, jumlah kasus positif mencapai 724.436 orang dengan 34.009 pasien meninggal dunia dan 152.065 sembuh.

Bank Dunia menilai negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik harus menyiapkan diri dengan pelemahan ekonomi akibat penyebaran virus corona (COVID-19). Pandemi ini telah merusak rantai pasok produksi di China dan berdampak bagi ekonomi dunia.

Berdasarkan laporan ekonomi Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik, edisi April 2020, laju pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut melambat menjadi 2,1% di tahun 2020, bahkan dalam skenario terburuknya bisa negatif 0,5%. Pertumbuhan negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik untuk tahun 2020 diproyeksikan melambat menjadi 2,1% pada skenario baseline dan menjadi negatif 0,5 untuk skenario lebih rendah, dari perkiraan 5,8% pada 2019.

Pandemi virus corona juga berdampak serius pada pengentasan kemiskinan. Dalam laporan itu memproyeksi akan bertambah 11 juta orang di kawasan Asia Timur dan Pasifik. "Apabila situasi ekonomi memburuk, dan skenario lebih rendah yang terjadi, maka jumlah penduduk miskin bertambah sekitar 11 juta orang,” bunyi laporan itu.

Bank Dunia memberikan enam rekomendasi kepada negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik untuk menyelamatkan ekonominya di tengah pandemi virus corona yakni menyesuaikan kebijakan kesehatan dan ekonomi makro, memperluas kapasitas perawatan kesehatan, penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter, kemudahan akses kredit, kebijakan perdagangan tetap terbuka, dan meningkatkan kerja sama.

 

Editor: Dudi Rahman