Jakarta, PINews.com - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan membeberkan teknis alih fungsi hutan di Bogor. Selain prosedur, Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga menjelaskan soal tugas pokok dan fungsi (tupoksi) saat dirinya masih menjabat Menteri Kehutanan.
Demikian disampaikan Zulkifli usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka bos PT Sentul City Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng hampir sembilan jam di gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/10) malam.
"Tadi saya menjelaskan, karena ada tersangka baru dalam kasus Bogor, jadi ditanya dari awal. Memang pertanyaan-pertanyaan tadi sangat tekhnis. Apakah tugas dari kementerian kehutanan dan seterusnya, saya jelaskan. Nah kemudian bagaimana proses tukar-menukar, tidak mudah menjelaskan itu karena sangat tekhnis dan detail karena itu perlu pelan-pelan dan sabar. Nah seperti skema ini, ini proses tukar-menukar itu kan panjang sekali," kata Zulkifli.
Sayangnya, lelaki yang tampil dengan mengenakan safari lengan panjang warna krem itu tak merinci lebih detail menganai hal tersebut. Zulkifli berdalih jika hal itu telah dibeberkannya kepada penyidik KPK.
"Sekarng prosesnya baru sampai disini, karena sedang ditelaah, inilah kejadiannya. Padahal proses tukar-menukar itu masih panjang sampai sini teruus. Sampai nanti baru ada terjadi, panjang sekali. Nah menjelaskan satu-persatu tentu panjang dan detail dan saya juga mulai mengingat-ingat kembali dan alhamdulilah semuanya sudah jelas dan terang dan semuanya silahkan tanya kepada KPK," terang Zulkifli.
Pada kesempatan ini, Zulkifli mengaku tak dikorek penyidik KPK soal kasus dugaan suap terkait alih fungsi hutan di Riau pada pemeriksannya hari ini. "Jadi tadi, karena yang Riau itu penyidiknya sedang menyidik yang lain. Jadi, karena ada tersangka baru yang bogor, jadi kita selesaikan dulu yang Bogor. Mudah-mudahan soal Riau besok, saya maunya hari ini, tapi penyidiknya sudah banyak menyidik yang lain. Jadi teman-teman besok saya akan datang lagi kesini besok jam 10.00 WIB," pungkas Zulkifli.
Dalam perkara ini, Cahyadi disangka telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atu b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cahyadi juga disangka dengan Pasal 21 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini merupakan upaya menghalang-halangi penyidikan.
Selain Cahyadi, kasus ini telah menyeret tiga orang menjadi pesakitan. Ketiganya yakni, Rachmat Yasin, M Zairin dan Fransiscus Yohan Yap.
Dalam penyidikan dan persidangan, Yohan menjadi justice collaborator untuk KPK. Sehingga dia divonis ringan yakni selama 2,5 tahun. Sementara Yasin dan M Zairin tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung.
Yohan mengakui menyetor uang tiga kali kepada Bupati Rachmat Yasin. Dalam persidangan terungkap bahwa Yohan sebenarnya hanya kurir atau orang suruhan Cahyadi Kumala.
Yohan menerima cek senilai Rp 5 miliar dari Cahyadi, tapi sulit dicairkan. Bosnya lalu memerintahkan dia menemui Robin Zulkarnain. Dari Robin, uang tunai itu berpindah tangan ke Yohan dan kemudian diserahkan ke Yasin.
Cahyadi sendiri telah ditahan September lalu setelah dijemput paksa di kawasan Sentul, Bogor. Cahyadi ditahan karena dianggap memenuhi syarat penahanan yang diatur dalam undang-undang, yakni untuk mencegah penghilangan alat bukti, memengaruhi saksi, atau melarikan diri. Selain itu, Ia juga diduga menghilangkan barang bukti dan memengaruhi saksi di persidangan.
Editor: HM