Mendagri Sebut Pilkada Langsung Tak Berkaitan dengan Perilaku Koruptif

Penulis: L Hermawan - Waktu: Rabu, 27 September 2017 - 11:25 AM
Credit by: setkab.go.id

Jakarta, PINews.com – Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan calon kepala daerah untuk berkompetisi dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung dituding sebagai salah satu pendorong kepala daerah melakukan praktik korupsi. Benarkah?

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menolak anggapan tersebut karena  kasus korupsi adalah kasus individu yang tidak ada kaitannya dengan pelaksanaan sistem pilkada langsung.

“Pihak yang harusnya disalahkan dalam kasus ini adalah individu terkait. Tindak korupsi kata tidak dilakukan seorang diri, namun beberapa pihak terlibat di dalamnya. Ada bawahannya yang salah memberitahu, pihak ketiga juga (membujuk),” kata Tjahjo, di Jakarta.

Pernyataan tersebut disampaikan Tjahjo menanggapi banyaknya Kepala Daerah yang dijadikan tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir-akhir ini. Kepala Daerah tersebut di antaranya Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, Bupati Pamekasan Ahmad Syafii, Walikota Tegal Siti Masitha Soeparno, Walikota Batu Edi Rumpoko, Walikota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi, dan terakhir Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.

Mendagri menilai, sistem Pilkada langsung selama ini sudah bagus karena yang terpilih adalah figur yang dikenal dan dipilih langsung oleh rakyat. Tinggal bagaimana rakyat memilih calon yang dinilai berintegritas dan memiliki rekam jejak baik.

Soal kemungkinan perubahan sistem pilkada langsung, Mendagri mengingatkan, bahwa Pemerintah juga tak mungkin mengubah pelaksanaan pilkada lewat mekanisme tak langsung karena harus mengubah aturan perundang-undanganya terlebih dahulu. “Mengubah undang-undang itu butuh waktu bertahun-tahun. Saya kira sistem sudah bagus kok. Ini kan maunya langsung yang kenal rakyat. Langsung yang dipilih rakyat,” ungkap Tjahjo.

Menurut Mendagri, sistem pilkada langsung sudah tepat. Sebab, rakyat dapat memilih langsung pemimpin daerahnya. Tinggal bagaimana rakyat memilih calon yang dinilai berintegritas dan memiliki rekam jejak baik.

Terkait seleksi di Partai Politik (Parpol), Mendagri enggan mengaitakannya. Karena, menurut Mendagri, ada sejumlah parpol yang melakukan seleksi ketat kepada calon yang hendak diusungnya maju dalam pilkada.

Bupati Kukar Rita Widyasari ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi. Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo tim KPK memang melakukan penggeledahan di kantor Bupati Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Dari penelusuran, Rita diduga menerima gratifikasi selama menjabat dua periode sebagai bupati yaitu 2010-2015 dan 2016-2021.

Dalam surat permohonan bantuan pengamanan yang dikirim KPK kepada Kepolisian Daerah Kalimantan Timur oleh KPK yang ditandatangani Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Aris Budiman disebutkan KPK tengah melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh tersangka Rita Widyasari selaku Bupati Kutai Kartanegara periode 2010-2015 dan 2016-2021, bersama-sama Khairudin selaku Komisaris PT Media Bangun Bersama.

"Yaitu menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," demikian isi surat tersebut.

Rita disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Editor: HAR