Anggota Komisi IX Tunjuk Kasus Pabrik Ilegal PCC Tanggung Jawab Tiga Instansi

Penulis: L Hermawan - Waktu: Senin, 11 Desember 2017 - 11:02 AM
Credit by: BNN/dok

Jakarta, PINews.com  - Kasus ditemukannya pabrik ilegal PCC yang beroperasi di Semarang beberapa waktu yang lalu merupakan tanggung jawab beberapa instansi terkait dan bukan hanya satu pihak saja. Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Irma Chaniago mengatakan bahwa publik tidak bisa menunjuk satu instansi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas beroperasinya pabrik ilegal tersebut di Semarang.

“Beberapa instansi terkait saya kira perlu dimintakan pertanggungjawabannya, seperti Kementerian Kesehatan, BPOM dan pihak yang berwajib. Mengapa demikian? Karena ketiga pihak inilah yang secara komprehensif harus saling berkoordinasi untuk menyelesaikan kasus-kasus seperti ini,” tuturnya.

Badan Narkotika Nasional (BNN) pekan lalu menggrebek rumah mewah di Jalan Halmahera Raya Nomor 27 Semarang, Jawa Tengah, yang selama ini menjadi tempat memproduksi pil PCC. Dalam sehari, rumah itu mampu memproduksi satu juta butir pil PCC dengan menyasar pangsa pasar anak-anak.  Aparat mengamankan kurang lebih 13 juta pil yang sudah jadi. Ini diedarkan di Kalimantan baik Tengah, Selatan, Timur, Barat, dan Sulawesi. Bahan-bahan ini jelas ilegal. Hasilnya bisa mencapai Rp2,7 miliar per bulan.

Menurut Irma, regulasi terkait masalah pengawasan obat dan makanan harus segera diadakan untuk menyelesaikan permasalahan seperti obat palsu dan vaksin palsu. Salah satunya adalah memperkuat kewenangan BPOM agar punya gigi. “Jadi kalau  ada kasus bisa langsung tunjuk hidung untuk minta tanggungjawab. Kalau sekarang, misalkan bicara apotik yang menjual obat keras tanpa resep, BPOM dianggap tidak mengawasi. Padahal sebenarnya BPOM melakukan pengawasan. Hanya saja lembaga ini tidak bisa mengambil tindakan apapun. Ini yang harus diperbaiki,” imbuhnya.

Saat ini, tambah Irma lagi, jika menemukan sebuah kasus, BPOM hanya bisa melakukan sidak untuk kemudian dilimpahkan ke institusi lain.  Dari institusi tersebut tidak ditindaklanjuti lagi sebagaimana mestinya. “Ini karena BPOM tidak bisa mengawasi sampai tingkat peradilan. Untuk jangka panjang, Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan penting untuk segera dibuat agar BPOM bisa melakukan sidak, sita dan sidik bersama-sama dengan pihak yang berwajib.”

Karena selama ini, menurutnya lagi, otoritas tersebut dilakukan oleh institusi lain sehingga seringkali proses dan sanksinya tidak sesuai dengan regulasi. Tidak ada efek jera, bahkan  pelakunya bisa lolos dan barang sitaan kembali beredar di masyarakat.

“Harusnya dihukum dua tahun dengan denda satu miliar, ternyata hanya kena 2 atau 3 bulan dengan denda 100  juta. Jadi tidak ada efek jera.  Ini yang kemudian saya dan Komisi IX menilai bahwa BPOM harus diperkuat kalau ingin kesehatan masyarakat tetap terjaga. Jika Undang-Undang sudah ada namun kinerja tidak diperbaiki, kami bisa tunjuk hidung dan menuntut secara hukum,” tegasnya.

 

Editor: HAR