Pangkat Terangkat Berkat Penaikan Bendera Duplikat

Penulis: Dudi Rahman - Waktu: Senin, 17 Agustus 2020 - 13:39 PM
Credit by: wikipedia/dok

Jakarta, PINews.com - Beruntunglah prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau anggota Kepolirian Republik Indonesia (Polri)  yang diberi kepercayaan oleh pimpinan lembaganya menjadi komandan upacara peringatan  HUT Kemerdekaan Indonesia yang digelar di Istana  Merdeka, Jakarta Pusat, pada 17 Agustus setiap tahunnya. Tidak sembarang orang bisa menjadi komandan pengibaran/penaikan atau penurunan duplikat bendera pusaka. Apalagi, peringatan Detik-Detik Proklamasi, melalui pengibaran ataupun penurunan bendera pusaka itu, dipimpin langsung oleh inspektur upacara Presiden RI didampingi Wakil Presiden RI, para menteri/pejabat setingkat menteri, para pimpinan lembaga tinggi dan tertinggi negara serta  dihadiri duta besar/perwakilan negara sahabat.

Satu tim biasanya dibentuk untuk menyeleksi para calon komandan upacara HUT RI di Istana Merdeka. Para calon datang dari tiga Angkatan – TNI AD, AL dan AU -- dan Polri. Para utusan tiga angkatan dan Polri itu juga melewati serangkaian seleksi di angkatannya masing-masing. Total ada empat perwira yang masuk ke tahap akhir, yaitu masing-masing satu dari tiap angkatan, dan Polri. Panitia kemudian akan memilih dua orang saja untuk jadi komandan upacara, satu saat pengibaran bendera dan satu lagi saat penurunan bendera. Dua lainnya menjadi cadangan.  

Sayang, upacara HUT ke75 RI tahun ini tidak akan semeriah tahun sebelumnya. Pagebluk Covid-19 memaksa semua orang untuk menjaga jarak fisik dan juga menghindari kerumunan dan, tentu saja kudu mengenakan masker. Kendati begitu, upcara pengibaran dan penurunan bendera tetap dijalankan denan tetap melaksanakan protokol kesehatan Covid-19. Hanya saja jumlah peserta upacaranya dibatasi.

Pada tahun ini, Kolonel Inf Muhammad Imam Gogor dipercaya menjadi komandan upacara pengibaran bendera. Adapun komandan upacara penurunan bendera adalah Kombes Pol Christ Reinhard Pusung.

Imam adalah jebolan Akadami Militer (Akmil) 1998. Saat ini, dia menjabat sebagai Asisten Operasi Paspampres. Sebelumnya, selama setahun, dia menempati posisi Wakil Asisten Personel Paspampres, setelah sebelumnya mengemban tugas sebagau Dandim 0506/Tangerang dan Komandan Batalyon Infanter Mekanis 201. Lulusan terbaik (Adhi Makayasa) Akmil 1998 adalah Kolonel Infanteri Dwi Sasongko yang saat ini menjabat Asisten Operasi Kepala Staf Kodam Iskandar Muda. Dwi pun lulusan terbaik Dikreg Seskoad L tahun 2012. 

Sementara itu, Christ Pusung yang merupakan jebolan Akademi Kepolisian (Akpol) 1997 tersebut saat ini menjabat Kasatgas Densus 88 Aceh. Peraih Adhi Makayasa Akpol 1997 adalah Kombes Hendri Fiuser yang saat ini menjabat Kapolresta Bogor Kota.

Terpilihnya Imam menambah jumlah perwira menengah TNI AD yang dpercaya sebagai komandan upacara pengibaran bendera pada  peringatan Detik-Detik Proklamasi 17 Agustus. Sejak 13 tahun terakhir, TNI AD menguasai posisi komandan upacara pengibaran  duplikat bendera pusaka di Istana Merdeka.

Delapan kali sudah, para perwira menengah berpangkat kolonel dari  lingkungan TNI AD mendapat kepercayaan menjadi komandan upacara penaikan bendara. Mereka adalah Kolonel Inf Dedi Kusnadi Thamim (Akmil 1983) menjadi komandan upacara pada 2007, Kolonel Inf I Made Agra Sudiantara (Akmil 1985) jadi komandan upacara pada 2008,  Kolonel Inf Agus Sutomo (Akmil 1984) menjadi komandan upacara pada 2009, Kolonel Inf Sony Aprianto (Akmil 1990) menjadi  komandan upacara pada 2012, Kolonel Inf Teguh Pudjo Rumekso (Akmil 1991) menjadi komandan upacara pada 2014, Kolonel Inf Putra Widiastawa (Akmil 1995) yang didapuk jadi komandan upacara pada 2016, Kolonel  (Arh) Tri Sugiyanto (Akmil 1996) pada 2018, dan tahun ini (2020) Kolonel Inf Imam. 

Sementara itu, sisa empat komandan upacara  lagi dibagi masing-masing empat untuk  TNI AL  dan dua untuk TNI AU. Empat perwira menengah TNI AL yang pernah menjadi komandan upacara di Istana Merdeka adalah Kolonel (Pelaut) Iwan Isnurwanto (AAL 1988) yang menjadi komandan upacara pada 2010, Kolonel (Laut) Yeheskiel Katiandagho (AAL 1990) yang ditunjuk jadi komandan upacada para 2011, Kolonel (Mar) Umar Farouq (Akmil 1993) pada 2015, dan Kolonel (P) Hariyo Poernomo. Sedangkan dua wakil TNI AU adalah Kolonel Penerbang Ronald Lucas Siregar (Akmil 1992) yang menjadi komandan upacara pada 2013 dan Kolonel (Pnb) Muhammad Yani Amarullah (Akmil 1995) pada 2017.

Ada beberapa hal yang perlu dicermati dari penugasan perwira menengah berpangkat  kolonel di tiga angkatan ini.

Pertama, ada dua lulusan terbaik, peraih Adhi Makayasa setelah menamatkan pendidikan Akmil, yang diberi kepercayaan oleh  pimpinan TNI menjadi komandan upacara. Siapa mereka? Adalah Kolonel Inf I Made Agra Sudiantara dan Kolonel Inf Teguh Pudjo Rumekso.

Made Agra adalah lulusan terbaik Akmil 1985.  Saat menjadi komandan upacara, yang bersangkutan menjabat Asisten Operasi Kasdam Jaya.   Sementara Teguh adalah lulusan terbaik Akmil 1991. Saat ditugasi menjadi komandan upacara pada 2014, dia menjadi Pejabat Utama Biro Pengamanan Setmilpres. Saat ini, Teguh berpangkat mayor jenderal (mayjen) dengan jabatan Komandan Pusat Penerbangan TNI AD setelah sebelumnya menjabat Komandan Pusat  Persenjataan Infanteri Kodiklatad.

Kedua, hanya satu orang yang kariernya melesat setelah menjadi komandan upacara, yaitu Kolonel Agus Sutomo. Kariernya melompat kencang setelah menjadi Komandan Upacara HUT RI di Istana Merdeka pada 2009, saat menjabat Danrem Suryakencana. Kurang dari setahun kemudian, Agus promosi menjadi Kepala Staf Divisi I/Kostrad dengan pangkat brigadir jenderal. Masih pada 2010, Agus promosi menjadi Wadanjen Kopassus.

Pada 2011, pangkat Agus naik menjadi mayjen karena dipercaya menjadi Danpaspampres. Tak lama di sini, pada 2012 Agus didapuk jadi Danjen Kopassus untuk kemudian pada 2014 diangkat sebagai Pangdam Jaya. Saat pergantian Presiden dari SBY ke Jokowi, Agus ikut promosi menjadi Komandan Kodiklat TNI AD pada 2015 dengan pangkat letnan jenderal. Selepas itu, pada 2016 Agus mutasi menjadi Dansesko TNI dan sejak awal tahun ini dimutasi lagi menjadi Irjen Kementerian Pertahanan hingga pensiun.

Ketiga, perwira menengah yang cepat promosi  jadi brigjen selain Agus Sutomo. Setelah menjadi komandan upacara HUT RI di Istana Merdeka, Kolonel Teguh Pudjo Rumekso promosi menjadi Danrem 172/Praja Vira Yakhti di Papua. Sebentar saja di sana, dia promosi menjadi Wakil  Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri (Pussenif) di Bandung. Kariernya diperkirakan bakal berkibar dan bahkan berpotensi menjadi calon pimpinan TNI AD di masa depan selain Pangkostrad Letjen Inf Eko Margiyono (Akmil 1989), Wasanpusenif sekaligus lulusan terbaik Seskoad 2004, Majen Achmad Daniel Chardin (Akmil 1990).

Keempat, ada satu perwira  menengah yang sejatinya kalau masih hidup, minimal bintang tiga sudah berada digenggamnnya. Dia adalah  Kolonel Inf Made Agra.  Kariernya termasuk cepat. Ini ditunjang oleh pengalaman tempur dan rekam jejaknya yang bagus. Tak heran, pos-pos strategis pascamenjadi komandan upacara di Istana Merdeka selalu mengitarinya. Made pernah menjadi Danrem 173/Praja Vira Braja pada 2010 kemudian ditarik  sebentar jadi  perwira bantuan Mabesad, beberapa  bulan kemudian promosi menjadi  wakil asisten operasi Kasad dengan pangkat brigjen pada 2012. Sebentar saja di sini karena beberapa bulan kemudian  Made promosi menjadi Kasdam XVII/Cendrawasih.

Kurang dari setahun bertugas di  Papua, pimpinan TNI AD menariknya ke Jakarta menjadi staf khusus dengan pangkat mayjen.  Beberapa bulan kemudian, Made didapuk jadi Komandan Pussenif. Namun, takdir berkata lain. Pada 23 Desember 2013, saat berusia 51, Made menghadap sang Khalik terkena serangan jantung. Padahal, kans Made untuk minimal memiliki pangkat letnan jenderal dengan posisi Pangkostrad, Dankodiklat, Wakasad, Sesmenpolhukham, Sekjen Kemhan, Irjen Kemhan, Dan Sesko TNI atau Sekjen Wattanas, atau pun Wagub Lemhanas, sangat terbuka. 

Kelima, baru dua orang yang sudah pensiun dengan pangkat terakhir mayor jenderal, yaitu Mayjen Dedi Kusnadi Thamim. Saat menjadi komandan upacara, Dedi menjabat Asisten Operasi Kasdam Jaya. Selepas itu, kariernya terus meroket. Dimulai dari Danrem 163/Wirasatya, Inspektur Kodam VII/Wirabuana (kini Hasanuddin), dan Sekretris Pusenif Kodiklat AD. Jabatan brigjen diraih saat menjabat Pati Ahli Kasad Bid. Jemen & Sishanneg. 

Pada 2011, dedi diangkat jadi Kasdam IV/Diponegoro. Setahun kemudian jadi Komandan Pusat  Kesenjataan Infater Kodiklat TNI AD. Pada tahun yang sama, Dedi dapuk jadi Asops Kasad. Pada 2013, Dedi menjabat Pangdam III/Siliwangi. Dua tahun kemudian, Dedi diminta oleh pimpinan TNI menjadi Dankodiklat TNI serta pensiun pada 2016 dengan jabatan Staf Khusus Kasad. Satu lagi adalah Letjen Agus Sutomo yang mengakhiri tugas di TNI sebagai Irjen Kemhan.

Keenam, Sony Aprianto adalah komandan upacara dari TNI AD terakhir yang promosi jadi brigjen. Saat jadi komandan pada 2012 Sony adalah Komandan Brigadir I PIK/JS sebelum digeser menjadi Asintel Kasdam Jaya.  Saat ini, yang bersangkutan menjadi pati bintang satu dengan jabatan Komandan Pusat Intelijen TNI AD.

Ketujuh, hanya ada dua perwira menengah non-TNI AD yang   sudah menjadi perwira tinggi, yaitu Laksamana Iwan Isnurwanto dan Laksamana (P) Yehezkiel. Saat menjadi komandan upacara pada 2010, Iwan, yang jebolan  AAL 1988 itu, menjadi Komandan Pangkalan TNI di Batam, Riau. Tujuh tahun kemudian,  persisnya pada Januari 2017, Iwan promosi menjadi bintang satu dengan pangkat dengan jabatan Sahli Kasal Bidang Soskumdang.

Sedanngkan Yehezkiel yang menjadi komandan upacara pada 2011 kini menjadi perwira tinggi di Badan Keamanan Laut. Dia sebelumnya adalah Paban 1 Aspotmar Mabesal setelah sebelumnya menjabat Asintel Danguskamlatim  pada 2013 dan Komandan Pusdiksus Kobangdikal  pada 2015

Di luar nama-nama tersebut, hingga kini belum ada lagi yang promosi jadi bintang satu, baik dari AD, AL, maupun AU. Kans terbesr justru pada Kolonel Marinir Umar Faruq (yang menjadi komandan upacara pada 2015). Jebolan AAU 1993 ini saat ini menjabat Dandema TNI AL. Selangkah lagi  pangkat Brigadir Jenderal Marinir akan ditabalkan bagi mantan Dan Brigif 3/Marinir serta Danyonif 8/Marinir ini.

Penulis: Dudi Rahman, wartawan dan pengamat karier militer.

Editor: L Hermawan