Permen ESDM No 10 Picu Ketidakpastian Tender Pembangkit Mulut Tambang

Penulis: Tantan - Waktu: Selasa, 26 Agustus 2014 - 22:32 PM
Credit by: Suasana pelaksanaan diskusi tentang Permen ESDM No 10 (PIN)

Jakarta, PINews.com – Peraturan Menteri ESDM No 10 tahun 2014 tentang Tata Cara Penyediaan dan Penetapan Harga Batubara untuk Pembangkit Mulut Tambang menimbulkan sejumlah keresahan di kalangan investor. Peraturan tersebut memuat regulasi yang membuka batasan kalori batubara tinggi di atas 3.000 kcal/kg bisa digunakan untuk proyek pembangkit mulut tambang.

Keluarnya Permen ini berimplikasi pada ketidakpastian proses tender proyek Pembangkit Mulut Tambang Sumsel 9 dan 10 yang sedang berlangsung. Sebelumnya, saat prakualifikasi tender dilakukan pembangkit lustrik dengan kapasitas 2x600 MW dan 1x600 MW menggunakan batubara ow rank dengan kalori di bawah 3.000  kcal/kg

Bambang Triharyono, Head Business Development PT Pendopo Energi Batubara, menyatakan peraturan ini dikeluarkan tanpa melibatkan semua stakeholders yang ada khususnya pemilik tambang dengan kalori di bawah 3.000 kcal/kg. Pendopo Energi merupakan salah satu peserta tender proyek Sumsel 9 dan 10.

Menurut dia, peraturan ini keluar di tengah proses tender yang sudah berjalan sehingga surat menteri tersebut akan menimbulkan ketidak pastian dalam proses tender yang sudah berjalan. Permen ini akan mengakibatkan proses tender yang menjadi tidak apple to apple apabila peraturan diterapkan.

“Dari kajian teknis dan ekonomis dan ditetapkannya harga batubara dari semua jenis batubara menggunakan harga yang sama yakni berdasarkan cost plus margin maka tambang dengan kalori batu bara di bawah 3.000 kcal/kg akan selalu kalah berhadapan dengan kalori 4.000 kcal/kg,” papar Bambang dalam acara diskusi bertajuk “Urgensi Pemanfaatan Batubara Kalori Rendah untuk Pembangkit Mulut Tambang Terkait dengan Penerapan Permen ESDM No 10 Tahun 2014,” di Jakarta, Selasa (26/8).

Kondisi tersebut, tegas Bambang, akan menyebabkan batubara 3.000 kcal/kg selamanya tidak akan termanfaatkan. “Padahal cadangan batubara kalori rendah sangat berlimpah di daerah,” kata Bambang.

Selain itu, kata Bambang, akibat adanya peraturan ini bankability proyek mulut tambang menjadi pertanyaan lender karena konsep mulut tambang menjadi tidak terintegrasi dan memunculkan biaya transportasi.

Peraturan ini juga tidak menekankan pemanfaatan batubara kalori rendah yang tidak laku dijual untuk diberikan nilai tambah. “Apalagi dengan tidak adanya batasan jarak dalam ketentuan lokasi tambang sebagai supplier pembangkit mulut tambang, maka konsep mulut tambang dalam Permen tersebut menjadi tidak jauh berbeda dengan konsep pembangkit batubara konvensional. “Permen ini dari sisinya sudah debatable,” kata dia.

Jika regulasi ini tetap dipaksakan untuk diterapkan, dampaknya kata Bambang, proses tender dalam pelaksanaan Proyek Sumsel 9 dan 10 mengalami ketidakpastian. “Mengingat proyek Sumsel 9 dan 10 asalah proyek kerjasama Pemerintah Swasta, seharus harusnya pemerintah dan PLN menjaga kepastian hukum dalam proses tender tersebut,” kata dia.

Jika proyek Sumsel 9 dan 10, dipaksakan memakai  kategori batubara 4.000 kcal/kg  tidak mustahil  mengulang kasus PLTU Batang yang tidak kunjung bisa diekesekusi karena terkendala lahan.  Pemda Sumatera Selatan jauh-jauh hari sudah menyatakan tidak akan memberikan izin lokasi dan menyediakan lahan jika proyek tersebut tidak menggunakan batubara di bawah 3.000 Kcal/kg.  Sumatera Selatan punya potensi  batubara low rank yang luar biasa besar sekita 20 miliar ton yang hanya bisa  bernilai ekonomis jika digunakan  untuk Pembangkit Listrik Mulut Tambang

Editor: Rio Indrawan