Masalah kerusakan lingkungan yang mengakibatkan perubahan iklim menjadi masalah dan isu penting yang kerap kali dibicarakan setiap ada pertemuan negara-negara di dunia. Namun hingga saat ini belum ada langkah nyata yang ditunjukkan, hanya sekedar perjanjian diatas kertas.
Iklim di bumi semakin rusak dan tidak menentu, seiring dengan kerusakan lingkungan yang terus terjadi melalui pembuangan limbah hasil industri.
Kendati mencatat kemunduran, Indeks Perlindungan Iklim 2015 memastikan bahwa untuk pertama kalinya pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan meningkatnya emisi CO2.
Berikut ini negara-negara yang paling berdosa dan harus bertanggung jawab terkiat perubahan iklim dunia yang dirangkum dari Deutsche Welle.
1. Arab Saudi
Level emisi yang diproduksi negeri para Emir ini tidak banyak berubah dalam beberapa tahun terakhir. Namun bukan itu yang menjadi masalah terbesar. Perekonomian Arab Saudi masih banyak bertumpu pada penjualan minyak mentah. Terlebih, niat pemerintah memproduksi 50 Gigawatt listrik dari energi terbarukan hingga 2032 sejauh ini cuma terwujud di atas kertas.
2. Australia
Pemerintahan konservatif di bawah Tony Abott ternyata serius mencoret perlindungan iklim dari agenda utama Australia. Peringkat negeri kangguru itu pun merosot 21 tempat. Organisasi Germanwatch menetapkan lima indikator buat menyusun indeks iklim, yakni level emisi (30%), pertumbuhan emisi (30%), pembangunan energi terbarukan (10%), efisiensi energi (10%) dan kebijakan iklim (20%).
3. Kazakhstan
Negeri kaya minyak dan gas ini sebenarnya getol menelurkan undang-undang perlindungan iklim. Kazakhstan adalah negara bekas Uni Soviet pertama yang menerapkan sistem perdagangan emisi karbon. Namun aktivis lingkungan mengeluhkan, implementasi kebijakan iklim tidak menyentuh pendosa terbesar, yakni industri minyak dan gas.
4. Kanada
Germanwatch kecewa pada program perlindungan iklim Kanada yang sedang mengalami stagnasi. Ambisi pengurangan emisi CO2 yang ditargetkan Canberra hingga 2020 diyakini akan meleset sebanyak 20 persen. Transportasi dan industri hingga kini masih menyumbangkan jejak emisi terbesar, tanpa adanya upaya serius untuk menggenjot efisiensi energi di kedua sektor tersebut.
5. Iran
Sebenarnya pemerintahan baru di Teheran mulai banyak berbuat untuk perlindungan iklim, antara lain dengan menelurkan sederet undang-undang dan menggariskan sasaran iklim baru yang lebih ambisius. Iran misalnya berniat menggenjot pembangunan infrastruktur energi terbarukan hingga 2020. Kendati mendapat nilai merah, Iran memperoleh catatan positif terkait perspektif perlindungan iklim di masa depan
6. Rusia
Menurut Departemen Energi AS, Rusia menyumbangkan 5,6 persen terhadap emisi karbon global. Sebagian besar berasal dari penggunaan bahan bakar oleh industri dan produksi listrik. Gas, batu bara dan nuklir adalah tiga pilar pasokan energi negeri beruang ini. Pemerintah di Moskow sebenarnya sudah menggariskan efisiensi produksi energi. Namun implementasinya belum berdampak pada neraca karbon Rusia
7. Korea Selatan
Negeri kaya di semenanjung Korea ini sedang memasuki puncak industrialisasi. Batu bara dan minyak bumi adalah tulang punggung pasokan energi di Korea Selatan. Sebab itu pemerintah berupaya memangkas emisi karbon dengan menetapkan pajak lingkungan, merangsang efisiensi energi melalui teknologi baru dan mencanangkan industri IT hijau. Sayangnya upaya tersebut belum berdampak pada neraca iklimnya.
8. Taiwan
Seperti yang bisa diduga, sebagian besar emisi karbon milik Taiwan berasal dari sektor manufaktur dan energi. Kendati mencatat perkembangan positif dalam hal efisiensi energi dan neraca karbon, adalah kebijakan iklim yang dinilai terlalu berpihak pada industri yang menyeret posisi Taiwan ke peringkat delapan dalam daftar hitam pendosa iklim.
9. Jepang
Tiga faktor membuat posisi Jepang melorot tajam, yakni level emisi, efisiensi energi dan kebijakan iklim. Negeri Sakura itu kini sangat bergantung pada energi fosil pasca insiden di Fukushima. Terlebih, Tokyo juga merevisi sasaran iklimnya dengan membatasi kenaikan emisi sebesar 3,8 persen dari level 2005. Sebelumnya Jepang berambisi memangkas 25 % emisi karbon hingga 2020
10. Malaysia
Menurut klaim pemerintah, nyaris 90 persen emisi CO2 Malaysia berasal dari asap kendaraan bermotor. Namun faktor terbesar yang menambah dosa emisi negeri jiran ini sebenarnya adalah laju industrialisasi, pembukaan lahan hutan dan emisi dari limbah pabrik. Padahal Malaysia berambisi memangkas emisi karbondioksidanya sebanyak 40 persen hingga tahun 2020.
- Danrem Dikuasai Kolonel Angkatan 1990-an, Anak Try Sutrisno dan Menantu Luhut Bersaing Jadi Jenderal
- Menyigi Potensi Peraih Adhi Makayasa Polri Beroleh Pangkat Tertinggi
- Kursi Jenderal untuk Jebolan Akademi TNI 1993
- Tahun 2015 Jumlah Pengguna Narkoba di Indonesia Capai 5 juta orang
- Bintang Terang Alumni Akmil 1989
INDRAMAYU - Indramayu memiliki peluang atau kesempatan kerja yang cukup besar, namun tidak diimbangi