Rantau, PINews.com - Tuntong Laut (Batagur Borneoensis) adalah salah satu satwa yang keberadaannya sudah sulit sekali ditemukan, terutama di Indonesia. Ternyata kepunahan spesies ini disebabkan oleh manusia, bagaimana tidak? Tuntong Laut sering diburu oleh manusia.
Ketika musim bertelur tiba, tepatnya pada bulan Oktober hingga Februari, masyarakat setempat akan mengambil telur-telur Tuntong untuk dikonsumsi. Telur Tuntong sendiri merupakan salah satu bahan utama hidangan tradisional yang dinamakan Tengulik. Sementara Tuntong kecil atau dewasa sering dijadikan hewan peliharaan.
Sebagian masyarakat menganggap Tuntong dewasa dianggap sebagai “ladang” uang bagi para pemburu liar untuk kemudian dijual kepada kolektor hewan langka. Dipasaran kisaran nilai jual seekor Tuntong berisik 8 tahun saja bisa mencapai Rp 10 juta.
Menurut data International Union for Conservation of Nature (IUCN), sebuah organisasi lingkungan global terbesar dan tertua di dunia. Tuntong laut berada di urutan ke-25 dari 327 spesies di dunia yang termasuk kategori hampir punah.
Menurunnya angka populasi Tuntong, mendorong PT Pertamina EP Rantau Field bekerja sama dengan Yayasan Satu Cita Lestari Indonesia (YSCLI), dan masyarakat kembali melepas liarkan Tuntong Laut di pesisir Kabupaten Aceh Tamiang. Tepatnya di desa Pusong Kapal, Kecamatan Seruaw pekan lalu.
Patroli pantai juga rutin dilakukan pada periode musim bertelur Tuntong Laut guna mengamankan telur dan induknya dari masyarakat. Hingga kini masih banyak yang belum paham dan mengerti melestarikan Tuntong laut sehingga ada masyarakat yang masih mengambil telurnya.
"Upaya yang dilakukan PT Pertamina EP bekerja sama dengan Yayasan Satu Cita Lestari Indonesia
adalah melakukan kegiatan sosialisasi pada masyarakat, dimana pentingnya kita melestarikan Tuntong Laut di pesisir pantai Aceh Tamiang," ujar CSR staff Rantau Field Dedi Zikrian.
Pelestarian Tuntong Laut ini merupakan bagian dari salah satu program utama PT Pertamina EP yang menjadi komitmen perusahaan untuk tumbuh bersama untuk Indonesia.
