Bahaya! Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Pasir Di Lereng Merapi Makin Menjadi
Credit by: Area penambangan pasir Merapi (sinarharapan)

Yogyakarta, PINews.com - Pasca mengalami erupsi, Gunung Merapi di Jawa Tengah bertransformasi menjadi ladang basah dan surga bagi para penambang pasir. Jutaan kubik material vulkanik yang dimuntahkan Merapi menjadi sumber mata pencaharian masyarakat di sekitar lereng gunung Merapi dengan menambang pasir dan batuan.

Namun sayang, anugerah yang diberikan tidak dikelola dengan baik sehingga pengerukan pasir dari gunung Merapi justru cenderung telah merusak lingkungan sekitar, dan hingga kini kondisinya makin mengkhawatirkan.

Area penambangan diarea sungai Gendol yang menjadi jalur aliran material vulkanik jika meletus kini sudah hampir kosong akibat dikeruk selama kurang lebih 5 tahun terakhir oleh para penambang.

Para penambang yang sebagian ilegal karena tidak memiliki izin resmi pun kini beralih dengan mengeruk tanah miliki warga yang sebenarnya tidak berhak untuk diambil kandungan pasirnya.

Ini tentu berbahaya, selain merugikan warga pemilik lahan, kegiatan para penambang ilegal ini juga turut mempengaruhi ketersediaan air di sekitar lareng gunung.

“Selama kemarin dikendalikan, baik. Tidak ada dampaknya. Tetapi rupanya sekarang penambang-penambang bukan lagi di aliran sungai tetapi masuk ke lahan-lahan," kata Sapto Winarno, Kepala Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral, Kabupaten Sleman.

BBC melaporkan, kini permukaan air tanah di sekitar Merapi mulai turun. Awalnya empat meter, sekarang sudah lebih dari empat meter.

kondisi ini sangat mengenaskan pasalnya pengerukan berlebihan tentu saja merusak lingkungan disekitar area penambangan yang seharusnya dijaga kelestariannya.

“Dari pohon-pohon yang tidak bisa tumbuh lagi serta pemandangan lanskap yang amburadul seperti penambangan di luar Jawa. Air bersih juga sangat berkurang karena di daerah ini mencari air sulit” kata Yusuf Sugihandono, seorang aktivis lingkungan dan pelaku pariwisata sekitar Merapi.

Ironisnya kepala desa setempat justru terkesan membiarkan penambangan ilegal yang terjadi. Yang sebenarnya justru bisa merugikan lingkungan mereka.

Ekonomi lagi-lagi menjadi tameng pembenaran apa yang dilakukan para penambang. Selain itu mereka beralasan dengan mengeruk lahar warga justru membantu warga untuk bisa segera mengolah lahan mereka untuk bercocok tanam.

Pemasukan ini penting bagi warga, kata Herry Suprapto, Kepala Desa Kepuharjo, salah satu desa yang kaya akan endapan pasir Merapi.

"Kami bersama empat kepala desa mengeluarkan keputusan untuk menambang di lahan untuk memulihkan ekonomi. Kedua, untuk mengambil deposit di lahan agar bisa segera ditanami," ujarnya.

Selama ini, tambahnya, tidak ada regulasi yang mengatur pengambilan pasir di lahan penduduk meskipun penambangan itu perlu dilakukan.

Untuk diketahui Satu truk pasir rata-rata berharga Rp500.000 bila dijual di tempat. Harga itu meningkat menjadi Rp800.000 per truk bila diantar sampai Kota Yogyakarta.

Yang jelas saat ini kerusakan lebih besar masih bisa dicegah di sekitar lereng Merapi. Namun kuncinya harus ada kesungguhan dari semu pihak.

Kepala Seksi Penyediaan dan Konservasi Sumber Daya Air Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral Kabupaten Sleman Tri Widodo mengatakan untuk tahap sekarang yang dilakukan adalah penerapan larangan penambangan, dan pembangunan embung atau penampungan air.

Editor: RI