PT BMH Menang Dalam Kasus Kebakaran Hutan, KY Akan Turun Tangan
Credit by: Hakim Parlan Nababan (Kompas)

Jakarta, PINews.com - Penegakan hukum di Indonesia kembali menemui tanda tanya besar. Kali ini bukan persoalan korupsi melainkan kejahatan terhadap lingkungan. Beberapa hari lalu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang, menolak gugatan perdata senilai Rp 7,9 triliun atas kasus kebakaran hutan dan lahan di konsesi PT Bumi Mekar Hijau (PT BMH) pada tahun 2014.

Uniknya, hakim beranggapan PT BMH tidaklah merusak lingkungan, kebakaran tak merusak lahan karena masih bisa ditumbuhi tanaman akasia. Majelis hakim menilai, tanaman akasia turut terbakar sehingga perusahaan itu mengalami kerugian.

Untuk diketahui, sejak sebulan lalu digelar sidang gugatan perdata terhadap PT BMH di PN Palembang. KLHK menuntut ganti rugi material Rp 2,6 triliun dan biaya pemulihan lingkungan Rp 5,6 triliun atas kebakaran seluas 20.000 hektar di areal perusahaan itu pada 2014. Perusahaan pemasok bahan baku pulp bagi grup perusahaan Sinarmas APP ini dinilai lalai sehingga tak dapat mengendalikan kebakaran meluas.

Berita inipun tersebar luas di masyarakat dan tidak sedikit yang mempertanyakan keputusan hakim tersebut termasuk Komisis Yudisial yang berencana akan melakukan analisa terhadap keputusan majelis hakim yang terdiri Parlas Nababan (ketua), Kartidjo (anggota), dan Eli Warti (anggota).

Kami melihat ada keanehan dalam kasus penegakan hukum terkait kebakaran hutan dan lahan gambut di Sumsel. Sebab ada warga yang dihukum, dan ada perusahaan yang bebas dari hukuman padahal sama-sama terkait kasus kebakaran hutan dan lahan gambut. Jadi, kami akan segera menganalisa putusan majelis hakim, juga menganalisa dan memverifikasi sejumlah informasi yang didapatkan kawan-kawan pegiat lingkungan hidup terkait pelanggaran etik yang diduga dilakukan majelis hakim,” kata Zaimah Husin, Koordinator Komisi Yudisial (KY) Penghubung Sumatera Selatan (Sumsel)

Atas keputusan tersebut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam siaran pers yang dikeluarkan KLHK pada Rabu (30/12/2015), menyatakan, “Kami sangat menghormati putusan pengadilan dan menghargai pertimbangan para hakim serta kerja keras semua pihak yang terlibat dalam proses pencarian keadilan secara perdata ini. Namun begitu, upaya penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan khususnya yang terkait pembakaran lahan dan hutan akan terus dilakukan”.

BMH memiliki izin hutan tanaman industri (HTI) seluas 250.370 hektare di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Perusahaan ini diduga tidak serius dan lalai dalam mengelola izin yang diberikan, sehingga terjadi kebakaran berulang, yaitu pada 2014 dan 2015 dilokasi yang sama, seluas 20.000 hektar. Dugaan ini bermula dari data hot spot WALHI melalui satelit Terra dan Aqua selama Agustus – 16 September 2014 yang menemukan dari 1.173 hot spot, terbanyak berada di area konsesi PT. BMH. Kebakaran besar berulang lagi di areal yang sama di 2015.

Editor: RI