Mengais Emas dengan Sianida di Lereng Gunung Bakan
Credit by: egensius

Terpal berwarna warni di lereng Gunung Bakan tampak jelas dari Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Terpal tersebut merupakan penahan panas bagi para penambang rakyat sekaligus penanda lokasi. Jumlahnya ratusan, bahkan mungkin ribuan. Tidak ada data yang pasti. Maka, tak heran apabila kini tambang rakyat tersebut menjadi bahan perbincangan masyarakat di Kotamobago, Bolaang Mongondow (Bolmong).

Sudah kurang lebih 11 bulan aktivitas penambang rakyat tampa izin ini dilakukan. Banyak orang yang mengais logam mulia ini di lokasi yang disebut-sebut termasuk dalam konsesi PT J Resources Bolaang Mongondow. Dalam Amdal yang dibuat perusahaan diawal kegiatan menjadikan daerah tersebut sebagai daerah penyangga.  Konsekwensinya, meski ada potensi emas di dalamnya, perusahaan tidak akan melakukan kegiatan eksploitasi di sana.

Namun ternyata peluang tersebut diambil masyarakat. Mulanya ada salah satu pemilik tanah di lokasi tersebut yang melakukan penelitian awal dan berhasil membuktikan adanya potensi cadangan emas di wilayah tersebut.  Ia pun menambang dan ternyata aktivitasnya diikuti oleh pemilik tanah disekitarnya. Mulanya hanya beberapa orang, tapi kini sudah hampir dua ribuan orang.

Para pemilik tanah atau ada juga penyewa tanah yang mempekerjakan karyawan. Ada yang tugasnya menambang, mengangkut sampai pada mengawasi kegiatan pengolahan. Selain itu juga ada orang yang ahli melihat potensi emas dalam bongkahan batu. "Orang pintar" ini ada yang pernah bekerja di perusahaan tambang tetapi ada yang menimba pengalaman dari kegiatan penambangan rakyat di tempat lain.

Mereka ini diperlakukan khusus karena keahliannya. Mereka tidak digaji seperti pekerja lain tetapi menggunakan sistem bagi hasil. Prosentasenya antara 10-15%. 

Menurut penuturan aktivis antikorupsi Bolaang Mongondow, Yakin Paputungan, saat ini sudah ada kurang lebih 5 hektare areal di gunung tersebut yang sudah dilakukan kegiatan penambangan. Di lokasi ini ada dua metode penambangan yang dilakukan yakni tambang terbuka (Open Pit) dan tambang dalam (underground mining). Untuk tambang dalam ada tambang yang kedalamannya sampai 25 meter bahkan lebih. Dalam satu lubang tambang biasanya ada 10 orang pekerja dengan tugasnya masing-masing. Biasanya penambang bisa ada di dalam lubang tambang sampai 6 jam.

Lazimnya kebanyakan penambangan rakyat, kegiatan penambangan tersebut tanpa melalui proses atau tahapan kegiatan pertambangan yang baik dan benar. Tidak ada studi Amdal sehingga tidak diketahui dampaknya bagi lingkungan. Termasuk tidak ada rencana pasca tambang sehingga dipastikan bakal ditinggalkan ketika cadangannya sudah habis. Oleh karenanya Yakin meminta Pemerintah untuk tegas melakukan penertiban. “Sudah saatnya pemerintah mengambil sikap tegas,” kata Yakin.

Pemerintah memang sudah melakukan penertiban. Bahkan dilakukan oleh Tim Terpadu yang dibentukan oleh Gubernur Sulawesi Utara. Namun ketika dilakukan penertiban tidak ada aktivitas di tambang. Para pekerja pun tidak dijumpai. Tetapi dua hari berselang aktivitas penambangan kembali marak. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Utara Marly Gumalang mengatakan karena tambang tersebut ilegal maka harus dilakukan penertiban. Marly sebelumnya pernah menjabat Kepala Dinas Pertambangan. Oleh karenanya Ia sangat memahami karakter penambangan ilegal. "Kita tidak bisa masuk dengan tujuan lakukan pembinaan atau pemberdayaan karena aktivitas penambangan tersebut illegal. Jika masuk untuk pembinaan sama dengan membenarkan mereka melanggar hukum,” kata Marly.

Namun, dia mengakui bahwa para penambang ini juga masyarakat yang membutuhkan bantuan pemerintah.  Oleh karenanya menurut Marly salah satu solusinya dengan membuat Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). “Tetapi perlu dilihat juga apakah WPR tersebut ada dalam Wilaya Usaha Pertambangan dan belum ada pihak lain yang mengantongi izin,” lanjut Marly. Hal ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih yang malah akan menimbulkan konflik.

Namun Yakin Paputungan mengingatkan wilayah yang sekarang digarap penambang masih termasuk dalam koordinat wilayah kerja PT J Resources Bolaang Mongondow. Untuk itu, perlu ada koordinasi antara pemerintah dan pemegang Kontrak Karya serta kementerian terkait dalam hal ini Kementerian Kehutanan (Kemenhut).

Dari aturan yang ada, menurut Yakin, di wilayah yang sudah ada izin usaha pertambangan termasuk konsensi dalam Kontrak Karya, tidak boleh ada izin usaha pertambangan lain karena akan terjadi tumpang tindih. Dia berharap pemerintah bersikap tegas dalam menegakkan aturan. Apalagi,  banyak syarat teknis termasuk analisa dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan rakyat maka dipastikan dampak negatifnya sangat besar. “Dalam mengolah emas, para penambang menggunakan sianida. Pemerintah harus tegas melakukan penghentian aktivitas PETI. Sebab jika itu terjadi maka akan sangat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat,” tandas Yakin.

Hal yang sama disampaikan oleh Kepala Desa atau Sangadi Bakan Hasanudin Mokodompit.  Dia mengatakan bahwa selagi kegiatan ini belum lama, pemerintah dalam hal ini pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi harus tegas menghentikan penambangan liar. “Saya butuh kepastian.  Kalau ini dibolehkan maka harus dilakukan pembinaan dan pelatihan terkait pengolahan pertambangan. Tetapi, kalau tidak dibolehkan karena tanpa izin maka segera dilakukan penertiban,” tandas Hasanudin yang ditemui di rumahnya.

Sebenarnya, Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow sudah memberi teguran pada masyarakat penambang bahwa kegiatan yang  mereka lakukan termasuk melanggar hukum. Bahkan pada pada 17 Mei 2017, telah dilakukan operasi yang dilakukan Tim Terpadu dari Provinsi Sulawesi Utara. Tetapi ketika sampai di lokasi tambang petugas tidak menemukan orang dan tidak ada aktivitas penambangan. Operasi tersebut diduga bocor. Namun, dua hari berselang, aktivitas di lokasi tambang sudah kembali marak.

Tambang rakyat sebenarnya sudah bukan suatu yang asing di bumi Nyiur Melambai.  Dulu, masyarakat mengenal tambang emas Ratatotok. Aktivitas penambangan di daerah ini sudah mulai sejak zaman Belanda atau tepatnya pada 1828. Di daerah ini juga terdapat lokasi tambang emas PT Newmont Minahasa Raya. Kemudian ada juga tambang yang letaknya di pinggir kota Manado yakni tambang emas Tetelu. 

Oleh karenanya Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara seharusnya sudah punya pengalaman dan juga cara yang tepat dalam menangani tambang rakyat. Apalagi Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan kepada semua jajaran untuk menertibkan tambang rakyat yang menggunakan merkuri. 

Editor: HAR