Pentingnya PLN Masuk ke Sektor Hulu Energi
Credit by: dunia-energi.com

Jakarta-PINews.com Kegiatan pengusahaan energi baik minyak, gas, batu bara, panas bumi atau sumber energi baru terbarukan lainnya, semua akan bermuara pada listrik. Semua sumber energi tersebut akan dikonversi menjadi pembangkit listrik. Maka kemudian kita kenal dengan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) karena menggunakan solar sebagai sumber energi. Lalu ada Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), menggunakan batuj bara sebagai sumber energi. Lalu ada pembangkit yang menggunakan panas bumi sebagai pembangkitnya dinamakan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), ada PLTA, mini dan mikrohidro, PLTGU, pembangkit biomassa dan sebagainya.

Untuk sampai menghasilkan listrik, memerlukan proses. Diawali dari pencarian sumber energi. Ini adalah kegiatan di hulu energi. Mulai dari survey, eksplorasi, eksploitasi sampai penjualan listrik. Kegiatan di sektor hulu ini biasanya dilakukan oleh perusahaan swasta atau juga BUMN. Energi atau listrik yang dihasilkan dari kegiatan hulu ini kemudian dijual ke PT Perusahaan listrik Negara (PLN). Selanjutnya PLN menjual listriknya ke pada pengguna akhir, baik masyarakat umum ataupun industri.

Biasanya, sebelum kegiatan eksplorasi dilanjutkan kepada kegaitan berikutnya, negosiasi dengan PLN terkait pembelian harga listrik sudah dilakukan melalui Power Purchasing Agreement (PPA). Setelah sepakat, kegiatan dilanjutkan, dan akhirnya listrik dihasilkan, dibeli PLN dan selanjutnya listrik dijual kepada pengguna akhir. Proses negosiasi untuk  terkait harga beli lsitrik ataupun harga batubara, kerap kali membuat proyek pembangkit listrik tertunda pembangunannya atau bahkan harus berakhir tragis tidak bisa dilanjutkan pembangunannya.

PLN menjadi muara dari penjualan listrik yang diusahakan oleh perusahaan swasta atauj BUMN di sektor hulu energi, sebab PLN merupakan single offtaker, single buyer atau pembeli tunggal. Perusahaan di sektor hulu energi ingin harga listrik atau harga batubara, gas atau solar dibeli dengan harga yang tinggi atau mereka biasa menyebutnya dengan harga keekonomian. Sementara di sisi lain, PLN juga harus menjual listrik kepada pengguna akhir atau  lebih khusus kepada pengguna rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

Tugas PLN tidak mudah. Dia harus memastikan bahwa listrik yang dijual kepada masyarakat khususnya masyarakat ekonomi  sedang atau rendah harus terjangkau. PLN juga harus memastikan tidak ada biyar pet, rasio elektrifikasi harus terus ditingkatkan. Poin utamanya PLN harus bisa mengamankan dari sektor hulu mulai dari harga beli sumber energi yang wajar, pengamanan terhadap security of supply sumber energi sampai kepada pengamanan agar listrik terus menyala dan jaringan penyebaran pemakai listrik harus terus diperluas sampai tidak ada lagi wilayah di negeri ini yang tidak menikmati listrik.

Selama ini memang PLN terus mencoba  untuk melakukan negosiasi agar harga jual sumber energi di hulu bisa dibeli dalam harga yang wajar. Namun seringkali, PLN harus takluk pada kebijakan yang mengharuskan BUMN setrum ini wajib beli listrik atau sumber energi yang dijual kepadanya. Padahal, sebagai perusahaan, PLN juga dituntut untuk bisa membukukan keuntungan.Bahwa sebagai perusahaan BUMN memang tugas utamanya melayani masyarakat, tetapi sebagai perusahaan  keuntungan juga tidak bisa diindahkan.

Dalam sebuah pertemuan sambil berbuka puasa dengan wartawan di akhir p[ekan lalu, Sofyan Basyir, Direktur Utama PT PLN, menegaskan bahwa sebagai perusahaan BUMN, PLN dan perusahaan BUMN lainnya harus meraup keuntungan yang besar, harus mendapatkan profit yang besar. Menurutnya, PLN dan BUMN lainnya merupakan tulang punggung negeri ini. Kalau BUMN kuat, besar dan terus bertumbuh, akan mampu menyokong kebijakan pemerintah baik dalam sisi ketahanan energi, pangan, kelistrikan dan sebagainya. Tetapi kalau BUMNnya lemah dan tak berdaya, harapan sebagai penyokong negeri tidak bsia dibebankan kepada pundak BUMN.

“Karena itu, PLN dan BUMN lain harus kuat dan berprofit besar. Harus bisa besar seperti Temasex, Hazanah atau BUMN pemerintah di negara- negara tetangga lainnya,” tegasnya.

Pernyataan Sofyan tersebut terkait dengan upaya PLN yang ingin terus meningkatkan diri, bertumbuh melalui usaha di sektor hulu energi. Persoalan harga beli sumber energi atau harga listrik dari pengembang kepada PLN kerap menjadi kendala termasuk juga untuk mengamankan security of supply. Karena itu, PLN, tegas Sofyan harus masuk ke sektor hulu energi.

Selama ini, yang banyak meraih untung dan manfaat dari sektor hulu energi adalah para pemburu rente, pihak ketiga. “Dari pada kita memberikan keuntungan yang besar kepada pemburu rente, lebih baik kita mengusahakannya sendiri,” demikian alasan Sofyan untuk masuk ke sektor hulu energi.

Seringkali, cerita Sofyan lagi,  PLN  berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan berkaitan dengan fluktuasi harga komoditi dunia. PLN dituntut untuk terus membeli dengan harga patokan dunia, baik harga sedang naik ataupun turun. Padahal, yang diinginkan PLN adalah harga yang berkeadilan dan saling menguntungkan kedua belah pihak.

Inilah salah satu alasan kenapa PLN, ingin masuk ke sektor batu bara untuk menguasai pasokan batu bara untuk pembangkit listriknya. Apalagi, imbuhnya, selama ini PLN memiliki hak dari batu bara melalui DMO (Domestic Market Obligation) sebesar 25 persen, namun hal itu (DMO) belum terpenuhi sepenuhnya oleh perusahaan. “Karena itu, kita ingin masuk ke sektor hulu di batu bara,” tegasnya.

Banyak pihak yang mengkritik upaya PLN untuk masuk ke sektor hulu ini. Menurut mereka, PLN sebaiknya fokus pada bisnis utamanya yakni mengurusi jaringan listrik, PLN harus terus menjaga core bisnisnya pada technical institution. Namun bagaimana bisa menjaga urusan teknis di hilir jika tidak beradaya di hulu. Karena itu, pilihan merebut hulu energi, sudah tepat. Apalagi, untuk masuk ke sektor hulu seperti batu bara, institusi seperti PLN  sangat mumpuni, terutama dari sisi pendanaan.

Begitu juga dengan rencana PLN masuk ke bisnis hulu panas bumi. Jika selama ini, PLN hanya membali uap atau membeli listrik dari perusahaan pengembang panas bumi, kini PLN  berperan menguasahan listrik dari panas bumi dari hulu sampai menjadi listrik. Hal ini akan memudahkan PLN mengontrol budget pada kegiatan pengeboran atau penggalian sampai menghasilkan listrik. PLN tidak akan dipusingkan dengan harga beli lsitrik yang tidak diketahui cost produksinya serta bisa memberikan keuntungan yang lebih besar.

“Saya yakin kami bisa. Toh selama ini perusahaan –perusahaan tersebut saat gali atau ngebor mereka tidak melakukan sendiri. Mereka menyewa perusahaan lain. Kita juga bisa, kita dapat konsesi, kiota sewa orang untuik negbor, selesai,” tegas Sofyan Basyir dengan optimis.

Bahkan beberapa waktu lalu, sempat menghangat, ketika PLN berniat untuk mengakuisisi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang bergerak di sektor panas bumi. Pembicaraan terkait akuisisi sempat terhenti karena pergantian direksi Pertamina. Keputusan selanjutnya masih menunggu keputusan pemerintah. PLN, lanjutnya kini terus agresif masuk ke sektor panas bumi.

Saat ini, PLN sudah memiliki 14 wilayah konsesi panas bumi dengan total potensi berkapasitas 1.100 Megawatt (MW). Tujuh diantaranya akan mulai dikerjakan pada 2017 ini. Karena itu, PLN, lanjut mantan Direktur Utama BRI itu, siap untuk masuk ke sektor hulu energi, baik batuj bara ataupun panas bumi.

Dengan demiakian, PLN tidak lagi hanya dikenal sebagai perusahaan yang hanya berfokus pada bisnis hilir, transmisi dan penyambungana jariangan listrik tetapi sudah masuk ke bisnis energi terintegrasi darik hulu ke hilir. Langkah ini akan memberikan kesempatan kepada PLN untuk bertumbuh dan melakukan lompatan besar, membukukan keuntungan yang besar sekaligua juga menjadi penopang, tulang punggung negeri ini. []

Editor: