Pemerintah Mengaku Lebih Fokus Lakukan Pemerataan Ekonomi
Credit by: setgab.go.id

Jakarta, PINews.com  - Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintah pada tahun ketiga masa bakti Kabinet Kerja ini bakal lebih fokus dalam rangka melakukan pemerataan ekonomi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia di seluruh pelosok Tanah Air.

"Saya yakin, hanya dengan pemerataan ekonomi yang berkeadilan, kita akan semakin bersatu. Pembangunan yang merata akan mempersatukan Indonesia," kata Presiden Jokowi dalam Pidato Presiden RI di depan Sidang Tahunan MPRI RI Tahun 2017 di Jakarta, Rabu.

Menurut Presiden, pemerintah menginginkan rakyat-rakyat Indonesia yang berada di pinggiran, kawasan perbatasan, pulau-pulau terdepan, dan kawasan terisolasi merasakan hadirnya negara, menikmati buah pembangunan, dan merasa bangga menjadi warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Keadilan sosial, lanjutnya, harus mampu diwujudkan secara nyata dalam kehidupan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

"Rakyat di Aceh harus bisa merasakan pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sanitasi dan air bersih maupun pelayanan transportasi, sama baiknya dengan apa yang dirasakan oleh saudara-saudaranya yang lain di seluruh pelosok negeri. Kita ingin rakyat di perbatasan Papua, bisa memiliki rasa bangga pada Tanah Airnya, karena kawasan perbatasan telah dibangun menjadi beranda terdepan dari Republik," ujar Presiden.

Presiden juga mencontohkan keinginan pemerintah agar masyarakat Papua di pegunungan bisa menikmati harga BBM dan harga bahan pokok yang sama dengan saudaranya di wilayah lain Indonesia.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga menginginkan agar masyarakat Pulau Miangas merasakan kehadiran NKRI melalui program seperti Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar, serta masyarakat di Pulau Rote bisa merasakan manfaat pembangunan infrastruktur, lancarnya konektivitas dan turunnya biaya logistik.

"Pembangunan yang berkeadilan akan membuat kita semakin kuat dalam menghadapi persaingan global. Tidak ada yang merasa menjadi warga negara kelas dua, warga negara kelas tiga. Karena semuanya adalah warga negara Indonesia. Semuanya, setara mendapatkan manfaat dari pembangunan," paparnya.

Pemerintah, ujar Presiden, juga ingin bekerja sama tidak hanya dalam pemerataan ekonomi yang berkeadilan tapi juga dalam pembangunan ideologi, politik, sosial dan budaya.

Dalam bidang ideologi, Presiden Jokowi juga mengajak masyarakat terus memperkuat konsensus kebangsaan untuk menjaga Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.

Presiden RI Joko Widodo menginginkan masyarakat Papua di pegunungan dan perbatasan bisa menikmati harga BBM dan harga bahan pokok sama dengan wilayah lainnya di Indonesia.

"Kita ingin rakyat di perbatasan Papua bisa memiliki rasa bangga pada tanah airnya karena kawasan perbatasan telah dibangun menjadi beranda terdepan dari Republik," kata Presiden.

Sementara itu,Ketua MPR Zulkifli Hasan mengajak seluruh masyarakat untuk kembali memaknai empat cita-cita kebangsaan yang ada di Pembukaan UUD 1945, dalam menghadapi tantangan saat ini.

"Kita sebagai para pemimpin bangsa dan negara ini harus bisa melihat semua itu dengan jernih dan terbuka. Kembalikan semuanya kepada empat cita-cita seperti yang telah dirumuskan para pendiri bangsa dan negara ini," kata Zulkifli dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR, di Gedung Nusantara, Jakarta, Rabu.

Keempat cita-cita itu adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. "Karena itu, seluruh usaha dan daya upaya kita sebagai bangsa dan negara harus ditujukan kepada empat cita-cita tersebut," ujarnya.

Zulkifli mengatakan di tahun ke-72 kemerdekaan Indonesia, rakyat sedang menghadapi tantangan yang tidak mudah yaitu demokrasi dan kebebasan telah memberi peluang kepada siapa saja untuk melaju dan bahkan melakukan akselerasi diri atau kelompok.

Dia mengatakan di satu sisi, ada orang-orang yang frustrasi atas ketertinggalannya lalu mencari pegangan sendiri karena mengganggap apa yang disepakati bersama tak memberi perlindungan dan tidak memberi jaminan bagi dirinya untuk bisa maju bersama. "Pada bagian ini, mereka menganggap pentingnya negara dan bangsa menekankan aspek memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa," ujarnya.

Namun di sisi lain, tuturnya, ada orang-orang yang sudah melampaui kesejahteraan umum dan mencapai apa yang dimaksud dengan mencerdaskan kehidupan bangsa.Pihak-pihak tersebut menurut dia, berpandangan bahwa yang harus mendapat prioritas adalah masalah perlindungan bangsa dan tumpah darah Indonesia.

"Kita tidak boleh membiarkan Indonesia ini robek dan koyak. Kita tidak boleh membiarkan Pancasila dan UUD 1945 dicampakkan atau hanya menjadi simbol," ujarnya.

Politisi PAN itu menegaskan bahwa Pancasila dan UUD 1945 adalah kesepakatan bersama dan rujukan bersama dalam bernegara dan dalam ber-Indonesia, hal itu tidak bisa ditawar-tawar dan menjadi harga mati.

Zulkifli mengatakan selama ini bangsa ini tidak pernah mengutak-atik ideologi negara, falsafah negara, maupun ideologi negara Pancasila meskipun ada amandemen terhadap konstitusi tapi tidak pernah menyentuh Pancasila.  "Bahkan Pembukaan UUD 1945 sudah diputuskan oleh DPRGR dan MPRS agar tidak boleh diutak-atik," ujarnya.

Dia menegaskan mengubah Pembukaan UUD 1945 berarti membubarkan negara dan hingga kini Memorandum DPRGR 9 Juni 1966 dan Tap MPRS No XX/MPRS/1966 tetap berlaku, belum pernah dicabut, dan tidak pernah ada yang berupaya untuk mencabutnya.

Editor: HAR