Masih Ada Harapan Menyelamatkan Masa Depan Labuhan
Credit by: lili hermawan/PINews.com

Tanda-tanda kemakmuran mulai  terlihat di Labuhan. Berbeda dengan sebagian besar desa atau kampung di wilayah pesisir, rumah gedung – sebagian berukuran besar dan cukup mewah – berderet-deret di sisi kiri dan kanan jalan aspal yang sempit yang membelah kampung hingga pesisir. Suasana kampung cukup lengang di hari-hari biasa. Namun, jika hari libur tiba, situasi berubah ketika ratusan mobil dan motor melintasi wilayah permukiman itu. Mereka hendak berwisata ke hutan mangrove. “Kalau hari libur jalanan macet. Memang butuh perbaikan dan pelebaran,” tutur Supriyadi, Kepala Desa Labuhan, membuka percakapan, pekan lalu.

Labuhan merupakan salah satu desa di Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur dengan luas sebesar 362,04 hektare. Desa yang terdiri dari Dusun Labuhan dan Dusun Masaran tersebut berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara, dengan garis pantai sepanjang 2,56 kilometer. Perekonomian penduduk termasuk kelompok menengah ke bawah meskipun memiliki potensi dari segi kelautan, perkebunan, pertanian, dan peternakan.  Lima tahun lalu, seolah tiada harapan di desa itu lantaran lingkungan sekitar, terutama ekosistem terumbu karang, rusak parah.

Perekonomian pun berdenyut  lemah. Bisnis peternakan ayam timbul tenggelam lantaran lahan tempat berdiri kandang-kandang ayam milik warga rutin diterjang laut pasang. Pantai kian gersang dan tidak memiliki nilai ekonomi ketika para petambak udang angkat kaki dari pesisir Labuhan. Banyak lahan tambak udang berpindah tangan menjadi milik warga dan kemudian difungsikan menjadi tambak garam.  Tingkat abrasi  di Labuhan yang tertinggi dari delapan desa di Kecamatan Sepulu. Sebagian besar warga akhirnya terpaksa merantau untuk bekerja di luar pulau atau menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) agar kehidupannya membaik. “Dulu kebanyakan penduduk memang merantau. Menjadi buruh di Malaysia. Ada juga yang di luar pulau,” kata Supriyadi.

Kondisi daerah tersebut tidak luput dari pengamatan PT PHE West Madura Offsore (WMO), anak perusahaan PT Pertamina Hulu Energi. Wilayah operasi PHE WMO atau Blok WMO dengan luas area 1.666,6 km2 sebagian besar terletak di perairan lepas pantai sebelah utara Pulau Madura, serta sebagian berada di sebelah Selatan Selat Madura. PHE WMO juga menempati wilayah operasi di darat, yaitu Onshore Receiving Facility (ORF) yang berada di Desa Sidorukun, Kabupaten Gresik.  Luas bangunan fasilitas ini sekitar 869,7 m2 dan luas bangunan industri 11.441 m2.

PHE WMO melihat daerah Labuhan memiliki potensi hutan mangrove yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat setempat. Potensi ini dapat dikembangkan menjadi kawasan konservasi mangrove yang dapat memperbaharui kelestarian lingkungan sekaligus menjadi sumber ekonomi tambahan bagi warga masyarakat.

Proses ke arah konservasi dimulai pada 5 Juni 2013, saat PHE WMO bersama masyarakat setempat, institusi pendidikan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan instansi  pemerintahan setempat melakukan penanaman 10 ribu bibit mangrove di pesisir pantai Desa Labuhan. Momentum ini menjadi cikal bakal pelaksanaan program Si Komo Pasir – Taman Pendidikan Mangrove  (TPM) yang kemudian bertransformasi menjadi Program Ekowisata Mangrove Labuhan.  Inisiatif ini  mulai dilaksanakan pada 2014, dimulai dari pembangunan TPM sekaligus penguatan institusi sosial dan ekonomi Kelompok Tani Mangrove Cemara Sejahtera.

General Manager PHE WMO Ani Surakhman mengatakan perusahaan menyadari dukungan pemangku kepentingan di wilayah yang terkena dampak operasi turut menentukan keberlanjutan bisnis perusahaan. Perusahaan meyakini program corporate social responsibility (CSR) dapat menjembatani kepentingan perusahaan dan kepentingan masyarakat.  Dia memaparkan CSR yang dilaksanakan PHE WMO berorientasi menuju keselarasan tiga pilar pertumbuhan berkelanjutan (triple bottom line) yaitu ekonomi (profit), lingkungan (planet) dan sosial (people).

Dalam pelaksanaannya, salah satu strategi CSR PHE WMO adalah mengintegrasikan aspek pengembangan masyarakat (community development) dan lingkungan. Perusahaan bersinergi dengan pemangku kepentingan mengembangkan program melalui upaya proaktif peningkatan kapasitas (capacity building), penguatan institusi sosial, kemitraan, penerapan inovasi, serta pendampingan dan penyebarluasan jaringan (networking). “Dengan demikian, kegiatan pengembangan masyarakat dan lingkungan lebih dari sekadar berorientasi pada program (program oriented), melainkan implementasi CSR ditempatkan dalam konteks pemberdayaan masyarakat sebagai proses yang terus berjalan (on going process) agar dapat memberikan dampak positif dan nilai tambah  bagi perusahaan, masyarakat, pemangku kepentingan, maupun lingkungan,” katanya.

Sudah empat tahun TPM Labuhan berkembang dan lokasi itu semakin terkenal. Keyakinan masyarakat sekitar bahwa mereka dapat hidup dari sumberdaya yang ada di sana terus tumbuh. Tak terbilang penghargaan dari tingkat lokal hingga nasional telah diterima pengurus TPM Labuhan. Masa depan di desa yang dahulu gersang itu tampak cerah. Apalagi, aliran devisa masih masuk karena sebagian penduduk desa masih bekerja di luar negeri, meskipun tidak sebanyak dahulu.

Direktur Jenderal engendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, MR Karliansyah menilai langkah PHE WMO dalam pelestarian lingkungan berbasis peningkatan ekonomi masyarakat  di wilayah Bangkalan sangat luar biasa. “TPM Labuhan ini bukan saja bagus untuk lingkungan  tetapi juga mampu menciptakan lapangan kerja dan menjadi objek wisata andalan Kabupaten Bangkalan,” jelasnya.

Suriyadi menuturkan program pemerintah maupun program yang digagas PHE WMO sukses mengurangi kemiskinan di desa tersebut. “(Masyarakat) Makmur semua. Angka kemiskinan sedikit. Di Kecamatan Sepulu  jumlah penduduk miskin di Labuhan paling sedikit. Ringgit, dollar di bawa ke sini karena masih ada yang menjadi TKI. Banyak  juga anak muda yang bekerja di kapal ikan, tanker, atau pesiar,” tuturnya.

Kehadiran TPM Labuhan menyumbang pendapatan yang lumayan besar bagi kas desa. Ini sangat membantu operasional pemerintahan setempat. Desa Labuhan tidak memiliki pendapatan dari tanah bengkok  seluas 12 hektare karena mayoritas yang dimilikinya tandus. Tanah kurang produktif dan tidak bisa ditanami apa pun. Sebagian tanah desa banyak batunya.  “Lokasinya juga terpencar. Ada yang dipinggir tambak. Namun, kebanyakan tandus,” tutur Supriyadi. “Dana dari TPM itu masuk pendapatan desa. Bukan lumayan lagi jumlahnya.”

Dia dan warganya merasa girang karena TPM Labuhan bisa dijadikan sandaran. Sebagian masyarakat punya pekerjaan dari budidaya perikanan, pertanian, atau melayani tamu yang datang.  Tiap hari libur atau Minggu tamu dari luar sangat ramai. “Sudah mulai berkembang.  Kalau tidak ada masalah, tinggal dua langkah lagi maju. Tinggal memetik hasil. TPM Labuhan sudah terkenal,” katanya.

Sementara Krisdyatmiko, pakar CSR dari Universitas Gadjah Mada (UGM), menuturkan kesuksesan TPM Labuhan yang paling utama adalah kemampuan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan PHE WMO menumbuhkan keyakinan masyarakat sekitar bahwa lingkungan tempat tinggal mereka bisa dijadikan sandaran sebagai lahan untuk mencari penghidupan yang layak.  “PHE WMO mampu mendesain program dengan baik dan kemudian beradaptasi dengan masyarakat Madura yang keras,” katanya.

Namun, gelombang ujian tiba. Bermula ketika kedatangan seorang putera daerah yang sudah puluhan tahun merantau di Kalimantan pada awal 2018. Dia datang berkunjung ke Kepala Desa hendak mensertifikatkan tanah yang saat ini digunakan sebagai lahan TPM Labuhan. Di tanah tersebut berdiri saung pendidikan dan fasilitas lain. Lokasi tanah sangat strategis karena meliputi pula akses masuk TPM.

Padahal, menurut bukti sertifikat tanah milik seorang warga yang berbatasan dengan lahan yang diklaim tersebut, tanah tadi merupakan tanah negara. Kepala Desa menolak ajuan warganya itu. Terjadilan konflik yang berujung pada penutupan akses masuk oleh warga tadi pada pertengahan Mei 2018. TPM praktis tutup. Gerak ekonomi berhenti seketika. “Pengunjung tidak bisa lagi masuk TPM. Ini hanya buka untuk aktivitas pendidikan dan penelitian saja,” tutur Sekretaris Kelompok Tani Cemara Sejahtera M Sahril.

PHE WMO bisa saja tidak perduli dengan konflik tersebut karena berdasarkan peta jalan (roadmap) yang ditetapkan perusahaan program TPM sudah memasuki fase exit pada 2018. “Namun, kami memiliki tanggung jawab moral untuk  menuntaskan persoalan itu,” kata Ani Surakhman. TPM dan masyarakat Labuhan bagi PHE WMO telah menjadi ‘darih sumber deddih kancah lakon’ atau dari sumber menjadi mitra untuk memberdayakan masyarakat sekitar.

Sejak itu, proses mediasi terus dilakukan. PHE WMO menjadi jembatan pihak-pihak yang berkonflik untuk mencari solusi agar TPM kembali dibuka. Beruntung semua pemangku kepentingan mendukung proses tersebut, termasuk Bupati Bangkalan RK Abd Latif Amin dan jajarannya. “Pak Bupati langsung memerintahkan aparatur-aparaturnya untuk menangani konflik ini.  Bupati  menugaskan agar persoalan ini tuntas dalam waktu  enam bulan,” kata Vice President Relations PHE Ifki Sukarya, yang memimpin rombongan perusahaan itu, menghadap Bupati Bangkalan pada Februari 2019.

Proses mediasi berhasil. Setelah berbagai persiapan dilakukan, termasuk mendapatkan persetujuan dari pihak-pihak yang berkonflik, TPM Labuhan akhirnya dibuka Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron, pada Kamis, 1 Agustus 2019.  Acara pembukaan yang dirangkai bersama acara memperingati Hari Lingkungan Hidup se-Dunia Tahun 2019 tersebut berlangsung meriah. Selain dihadiri pejabat sipil dan militer tingkat Kabupaten Bangkalan, tampak pejabat atau perwakilan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, PHE, PHE WMO, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Hadir dalam acara ini sebagai undangan khusus, Ketua Dewan PROPER Sudharto P Hadi.  Sementara ratusan anak sekolah dasar (SD) di sekitar TPM turut datang memeriahkan acara bersih pantai.  

Masyarakat Desa Labuhan berduyun-duyun mendatangi TPM Labuhan yang sudah lebih dari 20 bulan ditutup. Aktivitas yang dulu biasa dilakukan seperti wisata atau penelitian dapat dilakukan kembali di daerah tersebut.  Sahril mengaku gembira dengan pembukaan TPM karena aktivitas ekonomi masyarakat akan membali menggeliat. Namun, katanya, semua pihak harus duduk bersama kembali untuk menentukan pengelola TPM.  “Bisa pengelola lama atau yang lain,” katanya.

Pemda Bangkalan mengusulkan agar TPM dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes Barokah yang berdiri di desa itu menjadi kebanggaan bagi sejumlah pihak setelah meraih Madura Award  sebagai BUMDes Paling Bergeliat di Madura pada 2017.  PHE WMO kut memberikan pembinaan dan pengembangan usaha kepada badan usaha ini.

Bupati Bangkalan menegaskan akan terus mendorong pengembangan TPM Labuhan sebagai ikon pariwisata karena sejalan dengan visi dan misi terwujudnya Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan sebagai Pintu Gerbang Madura menuju Kota Industri, Pariwisata dan Jasa. Keberadaan TPM tersebut tidak ditunjang oleh kondisi infrastruktur jalan yang memadai menuju lokasi. “Kami akan mencari jalan alternatif. Jalan masuk ke TPM kecil sehingga mobil besar tidak bisa masuk. Kami akan bicarakan dengan Pak Wakil Bupati Bangkalan untuk mencarikan jalan alternatif yang terbaik menuju akses TPM,” katanya.

Ifki Sukarya menambahkan demi kemajuan TPM Labuhan penguatan dan penataan kelembagaan harus terus dilakukan.  Kelompok Cemara Sejahtera yang selama ini mengelola TPM Labuhan kapasitas dan legalitasnya harus diperkuat misalnya menjadi berbentuk yayasan atau perusahaan terbatas (PT). Dengan legalitas yang kuat, pengelola TPM dapat melakukan berbagai terobosan untuk menjaring investor lokal guna memperbaiki dan menambah infrastruktur di sekitar TPM Labuhan.

“Masyarakat Labuhan banyak yang bekerja di luar negeri. Mereka bisa diajak bekerjasama untuk berinvestasi di Labuhan. Misalnya, memperbaiki lahan parkir. Pola pembagian keuntungan yang ditawarkan bisa berbentuk bagi hasil atau pola lain yang disepakati,” katanya.

Menurut Ifki, investor lokal bisa diajak pula untuk berinvestasi membangun guest house di sekitar TPM sebagai fasilitas penginapan yang representatif bagi para tamu yang datang ke Labuhan. Pola kerjasama yang dipakai bisa dengan sistem BOT (Build Operation Tranfer). Investor diberikan pembagian keuntungan selama periode tertentu dan setelah itu bangunan guest house menjadi milik TPM.

Dia menuturkan pertumbuhan pariwisata di suatu wilayah, termasuk Labuhan, akan membawa dampak yang besar terhadap perekonomian maupun transformasi masyarakat. Contoh nyata perubahan ini bisa dilihat di Desa Wisata Nglanggeran, Yogyakarta. Pertumbuhan home stay di wilayah  tersebut menyebabkan mereka menghilangkan kebiasaan menjemur pakaian di depan rumah, memiliki standar cara berpakaian, bahkan perubahan cara berbicara. “Perubahan itu otomatis dilakukan untuk menghormati tamu yang datang ke desa itu,” katanya.

 

Pengembangan Wilayah Barat

Masyarakat Labuhan dan PHE WMO berbenah setelah konflik di TPM Labuhan mereda. Fokus mereka kini dialihkan ke pantai sebelah barat Labuhan, tidak terlalu jauh dari lokasi TPM di sebelah timur. Sudharto P Hadi, Ketua Dewan Pertimbangan PROPER,  mengatakan program pembangunan wilayah barat pantai Labuhan berbeda dengan TPM. “Itu istilahnya replikasi. Jadi, di sebuah kelompok sasaran sudah berhasil lalu tugas perusahaan melakukan replikasi di tempat lain,” ujarnya

Replikasi yang dilakukan di pantai barat tidak  harus sama persis dengan sebelumnya.  “Yang penting polanya sama,” tegas  mantan Rektor Undip tersebut.

Berbeda dengan pantai wilayah timur yang sebagian besar memiliki sumberdaya bakau, potensi yang dapat dikembangkan di wilayah barat lebih beragam. Di sana terdapat ekosistem terumbu karang yang dapat berfungsi antara lain sebagai penangkal gelombang dan tempat pemijahan ikan-ikan dan biota air. “Dengan terumbu karang ada fishing ground jadi nelayan kalau menangkap ikan tidak perlu ke tengah laut. Nah,  itu ada fungsi ekonomi.  Kalau sudah berkembang nanti akan menjadi tempat wisata juga,” tambah Sudharto.

GM PHE WMO Ani Surakhman mengatakan replikasi di wilayah barat Desa Labuhan dilakukan melalui Program Ekowisata Terumbu Karang. Di lahan seluas  sekitar 13,8 hektare ini pada tahap awal akan fokus pada kegiatan konservasi lingkungan, khususnya pengembangan inovasi terumbu karang. “Pengembangan wilayah barat Labuhan lebih menjanjikan untuk area wisata.  Perusahaan sedang menambah berbagai fasilitas seperti pembangunan trek dari pantai ke pulau,” ungkapnya.

Untuk pemperbaiki ekosistem terumbu karang, pada tahun lalu telah dibuat transplantasi 30 terumbu karang.  “Kondisinya saat ini sangat bagus,” katanya. Pada 2019, PHE WMO akan menyebar 30 buah terumbu karang buatan. Selain terumbu karang, di wilayah pantai barat dapat ditemui mangrove dan cemara laut.  Saat ini, fokus penanaman di sana adalah cemara laut. Pada tahun lalu, PHE WMO sudah menanam sekitar 2.500 pohon cemara laut. “Tahun ini sudah ada penanaman sekitar segitu juga,” kata Ani Surakhman.

Pengembangan wilayah barat Labuhan akan dilakukan PHW WMO sekitar lima tahun, sama dengan pelaksanaan  pengembangan TPM Labuhan. Ani Surakhman menegaskan perusahaan berharap masyarakat sekitar dapat mencintai  dan melestarikan lingkungan . Selanjutnya, mereka tidak hanya mencintai.  “Harapannya bisa meningkatkan perekonomian. Ada masyarakat yang berjualan yang dulu hanya mengandalkan pekerjaan sebagai nelayan.  Makin banyak pilihan, perekonomian meningkat,” katanya.

Agar tidak muncul konflik seperti di TPM Labuhan, semua pihak sepakat bahwa aspek kepemilikan tanah di area barat sudah jelas milik negara. Jangan sampai setelah wilayah tersebut makin komersial muncul pihak-pihak yang mengklaim kepemilikan tanah di wilayah tersebut.

Pengembangan wilayah barat sekaligus menepis kekhawatiran masyarakat Labuhan akan ditinggalkan Pertamina setelah munculnya sengketa lahan di TPM. Pembangunan itu sekaligus berfungsi untuk memeratakan kesempatan bagi kelompok lain untuk menikmati kemajuan. Dengan pemerataan itu, ketergantungan masyarakat terhadap TPM akan berkurang. 

Pengembangan wilayah barat PHE WMO bisa memberikan kesempatan kelompok lama yang tidak lagi menjadi pengelola TPM Labuhan apabila pengelolaan TPM diberikan kepada kelompok baru.  Namun,  pengembangan wilayah timur maupun barat Labuhan tetap di bawah pengendalian Kepala Desa Labuhan.

Para tokoh masyarakat yang selama ini terlibat dalam pengembangan TPM Labuhan dalam wadah Kelompok Cemara Sejahtera memang berperan aktif dalam pengembangan wilayah barat. M Sahril menjelaskan pengembangan di Barat dilakukan Kelompok Payung Kuning yang saat ini beranggotakan 15-16 orang. “Kegiatan yang telah dilakukan adalah transplantasi terumbu karang. Sebagian menanam mangrove. Pada 2017 sudah ada transplantasi terumbu karang  sebanyak 30 unit,” katanya.  “Sekarang jauh lebih baik, pantai ini tampak hijau. Ikan, kepiting, lobster pun cukup menjanjikan sebagai tangkapan warga. Jika pantai barat lengkap fasilitasnya, tetua akan mengijinkan daerah itu dibuka untuk pengunjung.”

Belajar dari pengalaman konflik di TPM Labuhan, selain memastikan status kepemilikan lahan, Sahril mengatakan pengembangan kawasan barat akan merangkul semua komponen masyarakat. Bahkan, generasi  muda yang tergabung dalam Karang Taruna turut dilibatkan dalam program ini. “Pertamina selain membangun fasilitas juga melakukan pembinaan. Kami (Kelompok Cemara Sejahtera) turut berpartisipasi,” katanya. 

Meskipun belum sepenuhnya berkembang, sudah banyak wisatawan lokal yang mendatangi pantai barat. Bahkan, para mahasiswa dari berbagai kampus banyak yang datang untuk berkemah atau menyelam.

Agus Satriyono, pendamping program  pemberdayaan masyarakat PHE WMO, dengan posisi yang lebih dekat dari jalan raya, pantai barat berpotensi lebih cepat berkembang dari TPM Labuhan sebagai wilayah pariwisata. Sementara TPM sebaiknya difungsikan untuk kegitan edukasi dan penelitian. Hal ini sesuai dengan tujuan awalnya sebagai fungsi pelestarian alam. “Branding ditarik bukan ke TPM tapi ke Labuhan sebagai desa wisata,” katanya.

Melihat perkembangan TPM dan rencana pembangunan wilayah barat, tampaknya harapan bagi masyarakat Labuhan untuk membangun masa depan yang membanggakan masih terbentang.(*)

Editor: Hidayat Tantan