Pertamina Pertahankan Produksi di Masa Pandemi
Credit by: lili hermawan/PINews.com

Jakarta, PINews.com  – Penyebaran pandemi Corona sejak akhir tahun 2019 tidak menyebabkan Pertamina sebagai salah satu Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) mengendorkan produksi minyak dan gas (migas). Sebagai tulang punggung bagi ketahanan energi nasional, Pertamina menjalankan produksi migas dengan aman lewat pelaksanaan protokol Covid-19 yang sangat ketat.

Hingga paro pertama 2020, Pertamina mencatat produksi minyak dan gas sebesar 884 ribu barel minyak ekuivalen per hari (MBOEPD). Menurut Budiman Pahursip, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE), subholding hulu Pertamina, angka produksi tersebut masih berada dibawah target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2020 revisi 894 MBOEPD. Untuk minyak, Pertamina telah memproduksikan sebanyak 414 ribu barel per hari (MBOPD). Sebanyak 315 MBOPD berasal dari lapangan yang dikelola di dalam negeri. Sisanya, 99 MBOPD berasal dari lapangan di luar negeri. Sementara produksi gas, hingga Juni 2020 mencapai 2.721 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

“Untuk realisasi lifting migas hingga Juni 2020 mencapai 723 MBOEPD atau di bawah target 730 MBOEPD. Untuk lifting gas mencapai 2.048 MMSCFD. Produksi migas kami telah 99% dari target RKAP. Kami beroperasi dengan menjalankan protokol Covid-19 yang sangat ketat,” kata Budiman, dalam media briefing yang dilakukan secara virtual, akhir pekan.

Pada asumsi makro Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 yang disampaikan Presiden Joko Widodo, Jumat (14/8), lifting minyak diproyeksikan sebesar 705 ribu barel per hari (BPH). Sementara untuk lifting gas, tahun depan diproyeksikan sebesar 1.007.000 juta BOPD.

Angka tersebut turun dibandingkan dengan target lifting pada APBN tahun-tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, tahun ini lifting minyak dipatok 755 ribu BPD, setahun sebelumnya yakni di 2019 sebanyak 775 ribu BPD dan pada 2018 sebesar 800 ribu BPD. Pertamina melalui subholding hulu telah mengebor delapan sumur eksplorasi hingga paruh pertama tahun ini. Pertamina menargetkan hingga akhir 2020 mengebor 14 sumur eksplorasi.

Menurut Budiman untuk mempertahankan produksi dan menambah cadangan di masa depan, Pertamina tetap melakukan pengeboran eksplorasi. “Jumlah sumur yang telah selesai dan masih dibor delapan sumur dan target hingga akhir 2020 sebanyak 14 sumur. Kami yakin target tersebut bisa tercapai,” katanya. Melalui pengeboran sumur eksplorasi diharapkan bisa menambah jumlah cadangan dan menggantikan cadangan yang telah diproduksikan.

Selain sumur eksplorasi, Pertamina juga telah mengebor 156 sumur eksploitasi, workover 320 sumur dan well service sebanyak 6.699 sumur.Pertamina juga berhasil melakukan survei Seismic 2D Jambi Merang Open Area yang merupakan survei terbesar se-Asia Pasifik, dengan nilai komitmen kerja pasti sebesar US$239 juta.

Penjualan BBM

Di bisnis sektor hilir, Pertamina memproyeksikan penjualan BBM hingga akhir 2020 mencapai 44,16 juta KL, atau 4% lebih tinggi dibanding RKAP 2020 revisi skenario tiga Covid sebesar 42,31 juta KL. Jumali, Direktur Regional dan Marketing Subholding Commercial & Trading Pertamina, mengatakan saat ini penjualan BBM mulai meningkat, namun belum kembali normal seperti sebelum Covid-19.

“Sampai akhir 2020 kami prediksi konsumsi BBM akan semakin meningkat. Kita targetkan melampaui RKAP, namun masih di bawah angka 2019,” kata Jumali, dalam media briefing yang sama.

Pertamina sepanjang 2019 mencatat penjualan BBM sebesar 51,3 juta KL. Artinya, penjualan BBM tahun ini 14% lebih rendah dibanding realisasi 2019. Menurut Jumali, saat mulai diberlakukan kebijakan adaptasi kebiasaan baru (new normal) yang dimulai dengan karyawan bekerja di rumah (work from office/WFO) secara bertahap dan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penjualan BBM mulai meningkat.

Pertamina mencatat penjualan BBM mulai Juli 2020 rata-rata harian mulai naik 17% menjadi 121.980 KL per hari dibanding selama masa Covid-19 periode Maret-Juni 2020 sekitar 104.890 KL per hari. Saat kondisi pandemi Covid-19, permintan BBM turun 25% dibanding kondisi normal sebesar 140.550 di akhir 2019. Hal ini disebabkan adanya kebijakan WFH  dan stay at home serta kebijakan PSBB yang membatasi mobilisasi masyarakat. “Penurunan demand BBM cukup signifikan terjadi pada bulan Maret – Juni 2020 menjadi hanya 104.890 KL per hari,” kata Jumali.

Jumali mengatakan ritel atau sektor transportasi menjadi kontributor utama penjualan BBM Pertamina, yakni mencapai 70%-80%. Sisanya, berasal dari penjualan BBM ke sektor industri. Kondisi berbeda terjadi pada konsumsi LPG. Kondisi pandemi Covid-19 membuat permintaan LPG naik sekitar dua persen dibandingkan kondisi normal. Hal ini disebabkan kebijakan WFH, sehingga kegiatan masyarakat kebanyakan dilakukan di rumah.

“WFH justru meningkatkan konsumsi LPG karena semua tinggal di rumah. Walaupun sebenarnya ada penurunan di sektor rumah makan atau restoran,” kata Jumali. Mengingat daya beli konsumen turun 13% selama masa pandemi Covid-19, diprognosakan hingga akhir 2020 penjulan LPG hanya tumbuh 1,3% menjadi 7,84 juta matrik ton (MT) dibanding kondisi normal seperti akhir 2019 sebesar 7,75 juta MT.(LH)

Editor: Dudi Rahman