Meski Belum Resmi, Freeport dan Newmont Akhirnya Tunduk Kepada UU
Credit by: Istimewa

Jakarta, PINews.com - Meskipun dikabarkan telah menyetujui pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian barang tambang (Smelter), namun Kementerian ESDM dan Kementerian Peridustrian belum menerima surat permohonan pembangunan Smelter dari dua perusahaan raksasa PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.

Seperti diketahui, kedua perusahaan itu merupakan yang paling kekeh menolak pemberlakuan UU minerba baru yang mengharuskan setiap perusahaan tambang mengolah dan memurnikan barang hasil tambang di Indonesia. Bahkan bos Freeport sampai harus menghadap ke Jakarta untuk menyampaikan keberetannya kepada pemerintah. Untung pemerintah tetap tunduk pada UU.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengungkapkan Freeport dan Newmont akan segera menyerahkan permohonan pembangunan Smelter dalam waktu dekat ini.

"Saya kira minggu ini dia (Freeport dan Newmont) akan mengajukan. Sekarang (surat pengajuannya) belum sampai ke saya, saya kira ke (Kementerian) ESDM juga belum," ujar Menteri Perindustrian MS Hidayat, di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (3/3).

Hidayat mengatakan, kedua perusahaan ini memang telah dikenakan batas waktu untuk membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun terakhir. Namun kepatuhan kedua perusahaan pada aturan bea keluar (BK) ekspor mineral bisa menjadi alat untuk meyakinkan terkait ketaatan pembangunan smelter.

"Paling tidak kalau dia diberikan ketentuan dengan jaminan secara finansial (melalui BK), paling tidak dia tahu ada resiko, itu akan memberikan keyakinan lebih dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan untuk bisa mempertimbangkan bea keluarnya," lanjutnya.

Dalam pembangunan smelter oleh perusahaan tambang, Kemenperin bertanggung jawab menyusun roadmap. Sementara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral hanya akan bersinggungan dengan kepentingan produk-produk mineral dari perusahaan.

"Permintaan Kementerian Keuangan untuk industri smelter ini roadmapnya saya yang buat, kalau mineralnya di (Kementerian) ESDM. Kalau berdasarkan UU Perindustrian harusnya diatur oleh Kementerian Perindustrian, tetapi PP-nya (Peraturan Pemerintah) belum selesai. Tapi tidak akan menjadi daerah yang abu-abu," tandas Hidayat

Editor: Rio Indrawan