 
 
                    JAKARTA, PINews.com - Kesesalan Presiden Jokowi terhadap Pertamina karena keterlambatan pembangunan kilang Tuban sudah sampai ubun-ubun. Tanpa tedeng aling-aling kekesalannya diungkap secara terbuka di depan Direksi dan Komisaris PT Pertamina dan PT PLN yang secara khusus dipanggil ke istana negara akhir pekan lalu. Acara itu disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (20/11/2021).
Yang membuat Jokowi kesal, tak lain dari keterlambatan pembangunan kilang Tuban yang baru mencapai 5%. Padahal, sudah direncanakan sejak lama. PT Pertamina (Persero) menjalin kerja sama dengan perusahaan minyak asal Rusia Rosneft Oil Company untuk mengembangkan kilang Tuban, Jawa Timur. Nilai investasi pembangunan kilang tersebut mencapai US$ 13 miliar. Perjanjian kerjasama itu ditandatangani 26 Mei 2016.
Sebelum memilih Rosneft, sebenarnya ada lima perusahaan asing, termasuk Rosneft, yang tertarik untuk membangun kilang tersebut. Perusahaan tersebut adalah Saudi Aramco dari Arab Saudi, Kuwait Petroleum Inc dari Kuwait, Sinopec dari China, dan konsorsium Hail Oil Thailand dan PTT GC Thailand.
"Ini investasinya besar sekali, Rp 168 triliun, tapi realisasi baru kira-kira Rp 5,8 triliun," ujar Jokowi sambil menarik nafas panjang.
Proyek kilang Tuban merupakan proyek pembangunan kilang minyak baru (Grass Root Refinery/GRR), berlokasi di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Proyek Kilang Tuban merupakan proyek yang sangat strategis karena pembangunan kilang minyak akan terintegrasi dengan petrokimia, dengan kapasitas pengolahan minyak mentah sebesar 300.000 barel minyak per hari dan produksi petrochemical mencapai 3.600 kilo ton per annum (ktpa).
Selain itu, Kilang Tuban juga akan memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan kualitas Euro V (BBM ramah lingkungan) yaitu gasoline sebesar 80.000 barel per hari dan diesel sebesar 98.000 barel per hari.
" Yang namanya Rosneft di Tuban ingin investasi. Sudah mulai, saya ngerti Rosneftnya ingin cepat, tapi kitanya gak pengen cepat," jelas Jokowi.
Turut hadir dalam pengarahan itu antara lain Menteri BUMN Erick Thohir, Komisaris Utara Pertamina Basuki Tjahaja Purnama, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dan Komisaris Utama PLN Amien Sunaryadi.
 
 Mandeknya proyek kilang ini, karena berbagai alasan. Salah satunya pemerintah diminta untuk membangun sejumlah infrastruktur yang bisa menghubungkan kepada proyek tersebut. "Alasannya ada saja, minta kereta api lah, minta jalan tol lah. Baru mulai berapa persen Rp 5 triliun itu, 5% aja belum ada, gak ada masalah kok. Memang fasilitas seperti itu, pemerintah yang harus membangun, gak ada masalah," jelas Jokowi.
 
 Kendati demikian, alasan mendasar proyek ini tertahan, menurut Jokowi, bukan karena permintaan pembangunan infrastruktur itu. Tapi, karena budaya bisnis yang dijalankan Pertamina tersebut tidak pernah berubah, atau hanya mengerjakan proyek sesuai rutinitas saja. "Ini ada masalah karena ini, tapi kan problemnya bukan itu. Problemnya comfort zone, zona nyaman, zona rutinitas itu yang ingin kita hilangkan. Masih senang dengan comfort zone, udah gak bisa lagi," tuturnya.
Yang semakin membuat Jokowi murka karena Pertamina lelet untuk mengeksekusi proyek kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI), yang tak jauh dari lokasi kilang Tuban. "Di dekatnya lagi ada TPPI juga sama, investasinya US$ 3,8 miliar. Juga bertahun-tahun ini sudah sebelum kita ada, kemudian ada masalah, belum jalan-jalan juga," kata Jokowi mengungkapkan kekesalannya.
Jokowi bercerita bahwa saat itu ia sampai membentak Dirut Pertamina karena lelet melakukan eksekusi. “ Waktu saya ke sana yang terakhir, Bu Dirut cerita itu ya saya bentak itu karena memang benar, diceritain hal yang sama gitu lho," ungkapnya.
 
 "Saya nggak mau dengar cerita itu lagi, saya sudah dengar dari cerita dirut-dirut sebelumnya. Saya blak-blakan, memang biasa," kata Jokowi melampiaskan kekesalannya.  
 
 Jokowi juga bercerita bahwa sudah dilakukan tender sebanyak dua kali di proyek tersebut. Namun hasilnya begitu-begitu saja. Dirinya menegaskan bahwa selalu memantau perkembangan proyek TPPI.
 
 Jokowi memastikan, begitu proyek TPPI ini rampung maka Indonesia bisa mengurangi impor dalam jumlah yang sangat besar, terutama yang berkaitan dengan petrokimia dan produk turunannya. Dia heran kenapa proyek sebagus itu tidak dieksekusi dengan cepat oleh Pertamina.
 
 "Kita itu penginnya neraca transaksi berjalan kita baik, neraca perdagangan baik, impor nggak banyak, karena kita bisa produksi sendiri, karena kita punya industrinya, kita punya mesinnya, kita punya bahan bakunya. Kok nggak kita lakukan, malah impor, itu yang saya sedih," jelas Jokowi.
- Danrem Dikuasai Kolonel Angkatan 1990-an, Anak Try Sutrisno dan Menantu Luhut Bersaing Jadi Jenderal
- Menyigi Potensi Peraih Adhi Makayasa Polri Beroleh Pangkat Tertinggi
- Kursi Jenderal untuk Jebolan Akademi TNI 1993
- Tahun 2015 Jumlah Pengguna Narkoba di Indonesia Capai 5 juta orang
- Bintang Terang Alumni Akmil 1989
 
  
                        PINews.com, Jakarta – Pertamina New and Renewable Energi (Pertamina NRE) menegaskan komitmenny
 
                            
 
                     
                    